Razia buku yang diakukan ormas yang mengatasnamakan diri Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulawesi Selatan di Trans Studio Mall
MAKASSAR, PIJARNEWS. COM–Razia buku aliran “kiri” salah satu ormas yang mengatasnamakan diri Brigade Muslim Indonesia (BMI) Sulawesi Selatan, di toko buku ternama yang berada di pusat perbelanjaan Trans Strudio Mall Jalan Metro Tanjung Bunga, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sabtu, 3 Agustus 2019 baru-baru ini mendapat respons dari sejumlah pihak.
Termasuk dari kalangan akademik, yakni Guru Besar Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Prof Qasim Mathar. Ia menyayangkan tindakan razia buku-buku yang berisi ajaran Marxisme, Lenimisme dan Komunisme oleh kelompok tersebut.
“Mestinya kan harus diklarifikasi dulu, kenapa dia menjual itu. Kalau mereka (Gramedia) bilang itu tidak keliru itu tidak menyalahi hukum seperti itu. Kalau itu tidak dilakukan berarti kan sepihak. Tetapi kalau misalnya dia (ormas) langsung seperti itu (merazia) menurut saya prinsip tabayun yang diajarkan oleh agama Islam itu tidak dilaksanakan. Kan tidak boleh orang lantas masuk ke tempat jualan merazia harus kita tanya kenapa kamu jual seperti itu,” jelasnya, Minggu, 4 Agustus 2019 seperti dikutip dari Sindonews.com.
Cucu dari Ulama besar di Sulawesi Selatan, Anregurutta Haji (AGH) Sayyid Ali Mathar ini menyebutkan, dalam aturan MPRS no 25 tahun 1966 tentang larangan penyebaran Marxisme, Lenimisme, Komunisme dan Atheisme terdapat catatan kecuali untuk keperluan terbatas, misalnya untuk penelitian akademik, kajian akademik, diskusi akademik, hal itu tidak apa-apa.
“Yang saya tahu bahwa untuk kajian akademik itu tidak dilarang, tidak ada paham yang dilarang untuk kajian akademik. Paham anti Tuhan juga tidak bisa dilarang kok. Di kampus misalnya, dosen memberikan kuliah tentang paham Anti Tuhan atau atheisme apakah itu termasuk dilarang, itu bisa orang berdebat. Saya menghormati Gramedia sebagai penerbit besar dia tahu itu aturan,” terangnya.
Guru besar Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Ilmu Politik UIN Alauddin ini mencontohkan jika ada sekelompok akademisi yang menggelar diskusi resmi untuk membahas tentang paham-paham itu sah-sah saja asalkan memiliki izin resmi.
“Misalnya ada diskusi akademik di Warkop contohnya secara resmi disampaikan izin ke polisi, ini ada diskusi akademik tersusun rapi dengan pembicara para ahli di bidang itu mau membicarakan isme-isme seperti itu yah kalau diizinkan tidak apa-apa,” tegasnya.
Lebih jauh kata Qasim, sejatinya ormas tersebut memberikan ruang kepada pihak Gramedia untuk mengklarifikasi terkait buku-buku yang dijualnya bukan malah melakukan razia sepihak.
“Tindakan sepihak itu baik, mungkin saja pihak Gramedia merasa tidak bersalah menjual buku-buku itu, tetapi dengan tindakan sepihak itu dia juga tidak mau ribut dia merasa ada tindakan tindakan sepihak yang tidak memberikan ruang untuk menjelaskan ke publik apa yang dianggap ormas itu sebagai sesuatu yang terlarang,” tutupnya. (*)
Sumber: Sindonews.com
Editor: Dian Muhtadiah Hamna