PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Wali Kota Parepare, Taufan Pawe yang duduk sebagai terdakwa dalam Kasus Pelanggaran Pemilukada berupa Pemanfaatan Program Rastra tidak menghadiri sidang agenda pemeriksaan saksi ahli, Selasa sore, 26 Juni 2018 sore.
Di ruang Sidang Cakra hanya tampak Majelis Hakim yang dipimpin oleh Andi Nurmawati SH, MH yang juga Ketua Pengadilan Parepare, bersama Jaksa Penuntut Umum, Idil dan Sakinah beserta Penasihat Hukum Taufan sebanyak empat orang. Sidang tersebut dimulai pada pada pukul 16.00 Wita.
“Keterangan saksi ahli kita agendakan kali ini. Cuma terdakwa tidak hadir dan diwakili oleh penasihat hukumnya,” ungkap Idil.
Dua saksi ahli yang hadir yaitu, Audy Maya Sari Muin, Saksi Ahli Pidana dan Laode Husain, Ahli Pidana Administrasi.
Menurut Jaksa, kasus pidana pelanggaran pemilukada ini rencananya akan memeriksa terdakwa usai pemeriksaan ahli.
“Agenda selanjutnya pemeriksaan terdakwa. Semoga terdakwa bisa hadir, ” katanya.
Sebelumya, sebanyak puluhan saksi telah dimintai keterangan termasuk ada beberapa saksi hanya dibacakan keterangan dalam BAP.
Salah satu saksi yang hadir yakni Pelapor, Abdul Rasak.
Kasus pelanggaran pemilukada terkuak setelah salah satu warga melaporkan hal tersebut ke Panwaslu Kota Parepare.
Taufan juga dinyatakan diskualifikasi dari pencalonan sebagai Calon Wali Kota Parepare oleh KPU. Namun ia melakukan upaya hukum yakni banding dan berhasil kembali mencalonkan diri.
Tim Gakumdu yang mendapatkan rekomendasi panwaslu terkait tindak pidana pelanggaran pemilukada meneruskan ke Kejari Parepare untuk disidangkan di Pengadilan Negeri.
Taufan Pawe yang juga Ketua DPD Partai Golkar Parepare itu diduga terlibat setelah dalam proses penyerahan Beras Sejahtera itu diserahkan oleh dia, kemudian diungkap dalam kampanye seakan-akan Rastra yang diberikan bersumber dari Taufan Pawe sendiri.
Adapun jeratan hukum yang digunakan dalam perkara ini adalah UU No.10 Tahun 2016 tentang Pilkada, sebagaimana diatur dalam Pasal 71 (3) jo pasal 188 UU No 10 Tahun 2016 dengan ancaman hukuman maksimal 6 bulan kurungan dan denda maksimal Rp 6 Juta. (*)
Editor: Dian Muhtadiah Hamna