JAKARTA, PIJARNEWS.COM — Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah berharap, adanya langkah cepat dari pemerintah menyelesaikan kendala kuota rumah subsidi. Hal itu ia ungkapkan, sebab Apersi telah melakukan kunjungan dengan Wakil Presiden, Ma’ruf Amin dan Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo beberapa waktu lalu.
Dikutip dari PropertyInside.id, pada pertemuan itu, Apersi menyampaikan realita dalam industri properti, khususnya rumah subsidi yang ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Untuk itu, Apersi mendesak agar pemerintah lebih kreatif dalam mencari solusi dan menyelesaikan kendala kuota rumah subsidi.
“Jika dibiarkan berlarut-larut akan mengganggu suplai hunian sederhana bagi Masyarakat Perpenghasilan Rendah. Dan ini juga terkait dengan dunia usaha yang ingin ada kepastian. Anggota Apersi adalah pengembang yang kebanyakan membangun rumah subsidi,” jelas Junaidi, Sabtu (15/02/2020) lalu.
Pertemuan pemgurus Apersi dengan Wapres dan Ketua MPR, menurut Junaidi agar ada tindak lanjut dari pemerintah, terkait kuota rumah subsidi yang disalurkan melalui Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Junaidi memaparkan, tahun 2019 menjadi catatan tersendiri bagi Apersi. Pasalnya kuota di tengah tahun habis dan masyarakat terkatung-katung untuk mendapatkan rumah. Selain itu, hal yang sangat penting adalah kepastian usaha bagi seluruh pengembang di tanah air, khususnya mereka yang membangun rumah subsidi bagi MBR.
“Begitupun dengan masyarakat, kuota yang minim dan terbatas jumlahnya menyebabkan mereka sulit memiliki rumah,” ujarnya.
Isu adanya penambahan kuota subsidi (FLPP) yang diyakini akan habis pada April mendatang, menurut Junaidi belum jelas. Langkah kongkrit dari pihak terkait pun belum terlihat dan Apersi berharap agar ada terobosan yang dilakukan karena waktu terus berjalan.
“Dibutuhkan kreatifitas, khususnya setingkat dirjen yang bisa menjalankan strategi khusus. Tapi anehnya sampai saat ini belum ada yang dijalankan oleh dirjen terkait. Akibatnya sangat mengganggu jalannya dunia usaha,” tegas Junaidi.
Apersi berharap, dana atau kuota yang terbatas tersebut bisa dimaksimalkan agar pasokan rumah susbidi tetap berjalan dan bisa terbangun. Junaidi mencontohkan, pemerintah bisa melakukan strategi seperti mengurangi porsi pembiayaan dan memberikan porsi tersebut kepada pihak lain.
“Bisa melibatkan pihak lain, misalnya, porsi pemerintah yang sebelumnya sebesar 70%, dan SMF sebesar 30%, dikurangi menjadi 50%, lalu SMF dan perbankan masing-masing 25%. Memang dampaknya akan terjadi kenaikan suku bunga yang tak jauh dari FLPP namun saya yakin ini akan diserap masyarakat karena mereka membutuhkan,” papar Junaidi.
Sementara, Sekretaris Jenderal DPP Apersi Daniel Jumali menyatakan, jika kuota subsidi tidak bisa ditambah, seharusnya ada terobosan seperti simulasi porsi yang sudah dimodifikasi antara pemerintah, SMF dan perbankan, agar mampu membuat pembiayaan murah dengan bunga hanya 6,5 %.
“Jadi pemerintah memang harus jujur, apakah dana untuk pembiayaan perumahan subsidi ini ada atau tidak. Kalau memang tidak ada, katakan saja sehingga developer tidak menunggu. Untuk itu perlu solusi dan juga kreatifitas pembiayaan rumah subsidi,” harap Daniel.
Menurut Daniel, bisa juga dengan mengaktifkan kembali Subsidi Selisih Bunga (SSB). Sistem ini lebih murah, contohnya untuk membangun 100 ribu unit rumah subsidi hanya cukup dengan anggaran Rp700 miliar. Lalu jika anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp1 triliiun, maka dana itu bisa untuk membangun sebanyak 150 ribu unit.
Untuk itu, Daniel menegaskan dalam waktu dekat pengurus pusat Apersi akan melakukan pertemuan dengan berbagai pihak terkait rumah subsidi yang terkendala jumlah kuota.
“Cara ini efektif, selain bersilaturahmi, Apersi juga memberikan informasi yang sebenarnya. Tak hanya dunia usaha yang terganggu tapi masyarakat juga terkendala untuk memiliki rumah impiannya,” jelas Daniel.
Sumber : PropertyInside.id