JAKARTA, PIJARNEWS.COM– Koordinator Kawasan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), Damar Juniarto menyebut bahwa masyarakat harus lebih peduli terhadap persoalan perlindungan data pribadi.
Menurut Damar, unggahan akun Twitter @hendralm belum lama ini menunjukkan adanya sindikat kejahatan terorganisasi yang memperjualbelikan nomor telepon, nomor induk kependudukan (NIK), dan data kartu keluarga.
“Banyak di luar sana yang tidak begitu peduli pada data pribadi. Ini momentum bagus untuk masyarakat di luar sana, bahwa kita dihantui oleh sindikat organized crime yang memanfaatkan celah-celah tadi, cara mengumpulkan data kita,” ujar Damar dilansir dari Kompas.com, Jumat, 2 Agustus 2019.
Akun Twitter @hendralm mengungkap informasi mengenai jual-beli data pribadi yang diunggah Hendra pada Jumat, 26 Juli 2019 lalu.
Sang pemilik akun, Hendra Hendrawan, mengunggah foto yang berisi jual beli data pribadi yang dilakukan sejumlah akun di grup Facebook bernama Dream Market Official.
Di sisi lain, Damar menilai perlu adanya edukasi publik yang dilakukan oleh Dukcapil.
Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui jalur apa yang bisa digunakan untuk melaporkan dugaan jual-beli data pribadi.
Laporan tersebut kemudian langsung dapat ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang.
Selain itu, menurut dia, diperlukan payung hukum setingkat undang-undang yang mengatur soal perlindungan data pribadi.
“Saya berharap dari Dukcapil bisa memberi tahu ke masyarakat jalur aduan seperti apa, misalnya menemukan tindak pidana yang menyangkut data pribadi sehingga nanti masyarakat tidak perlu memakai kanal yang terlalu melebar tetapi tertuju langsung,” ucap Damar.
Sebelumnya, Hendra Hendrawan bertemu dengan Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh untuk mengklarifikasi unggahannya.
Dalam pertemuan itu, ia mengungkap adanya lima modus yang digunakan pelaku dalam mengumpulkan data pribadi untuk diperjualbelikan.
Modus pertama, pelaku membuat akun di suatu situs jual beli dan berpura-pura menjadi pembeli.
Kemudian, pelaku meminta foto KTP dari pemilik akun penjual yang ia tuju dengan alasan untuk menghindari adanya penipuan.
Kedua, pelaku membuka situs lowongan pekerjaan. Dengan begitu pelaku akan mudah mengumpulkan data diri dari para pelamar.
Ketiga, melalui aplikasi bernama Cek KTP.
Modus keempat, yakni melalui pesan singkat atau SMS yang menawarkan pinjaman uang. Mereka yang tertarik dengan tawaran pinjaman itu akan dimintai foto KTP dan data diri lainnya.
Kelima, pelaku pergi ke kampung-kampung dengan dalih menawarkan bantuan beras atau sembako lainnya. Setelah itu masyarakat akan diminta seluruh data diri mulai dari KTP hingga KK. (*)
Sumber: Kompas.com
Editor: Dian Muhtadiah Hamna