MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Bakal calon Bupati Maros, Wawan Mattaliu sosok yang lahir dari kalangan biasa saja. Namun, pengalamannya patut diperhitungkan.
Sejak remaja pernah menjadi aktivis mahasiswa kemudian bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selain itu, dia juga tercatat sepintas menjadi wartawan di salah satu koran harian di Kota Makassar.
Kiprah Wawan terbilang sukses. Pasalnya, dia juga pernah terpilih menjadi anggota DPRD Sulsel dua periode. Pengalaman ini sukses karena mengakomodasi kepentingan masyarakat Maros yang kala itu merupakan dapilnya.
Kini Wawan menegaskan siap, jika namanya masuk dalam hasil survei dan parpol nanti untuk mendapatkan rekomendasi sebagai salah satu syarat maju pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Maros 2020.
“Insya Allah akan disupport oleh tiga partai,” ujarnya, Minggu (29/12/2019) seperti dikutip dari Rakyatsulsel.co.
Menurutnya, alasan dirinya maju di pilkada Maros 2020, karena ada hal yang fundamental belum terselesaikan di Kabupaten Maros yakni tata kelola air.
Menurutnya, Maros harus menghadapi banjir di musim hujan dan kekurangan air bersih di musim kemarau. Ini terjadi secara kontinyu dan persoalan ini, lanjut Wawan, mendegradasi banyak hal.
“Bukan saja petani padi dan tambak yang harus kehilangan pendapatan. Beberapa pasar tradisional juga terimbas menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Ini menjadi alasan saya maju menjadi calon kepala daerah (Cakada, red),” katanya.
Sedangkan, di sektor pemerintahan juga begitu. Politisi Hanura itu menilai banjir menurunkan kualitas banyak fasilitas publik. Jalan, kantor dan sarana publik mengalami koreksi kualitas.
Di pasca banjir, genangan yang muncul menyebabkan banyak anak-anak yang harus masuk ke rumah sakit.
“Ini persoalan yang tidak pernah secara serius ditanggapi oleh pemerintahan yang berjalan,” terangnya.
Secara histori, Wawan lahir di Mannaungi, tepat di bibir Sungai Maros, sehingga sangat intens berhadapan dengan banjir.
Sejak SD, SMP dan SMA. Dia mengenyam pendidikan di Kabupaten Maros. Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi, kuliah di Stikom (Sekolah Tinggi lmu Komunikasi) kini menjadi Universitas Fajar (Unifa). Di kampus ini juga Wawan melanjutkan studi Magister (S2).
“Sejak kecil saya punya cita-cita jadi guru. Namun, sebelum aktif di politik, sempat bekerja menjadi wartawan. Sesekali menulis,” jelasnya.
Menurut mantan aktivis HMI itu, gambaran, banjir awal tahun 2019 di data kompas ada 834 hektare sawah yang tergenang. Jika dikonversi dengan angka capaian 6 ton per hektare juga harga versi pemerintah, berarti ada sekitar Rp260 miliar uang petani yang hilang. Belum ikan di empang, pasar yang terendam juga fasilitas pemerintah yang rusak.
“Program saya nanti, angka koreksi dari kegagalan manajemen air ini menjadi prioritas pertama. Beasiswa bagi mahasiswa Maros dengan standar IPK 3.5,” pungkasnya.
Dalam beberapa hasil survei bakal calon Bupati Maros, kata Wawan, bahwa menempatkan figur lain urutan pertama. Namun, jaraknya tidak jauh dan ini sangat normatif. Hal ini kata dia, bisa dilakukan upaya agar mengejar ketertinggalan.
“Bukan sesuatu yang tidak bisa kita kejar. Sangat normatif. Survei ini per awal Desember dari tiga kandidat yang saya lihat,” sambungnya.
Menurut Wawan, terjadinya sistem money politic yang kerap terjadi di setiap momen politik, karena para kandidat yang ingin maju bertarung tidak memiliki gagasan yang coba ditawarkan kepada masyarakat. Sehingga gagasan yang ditawarkan hanya uang.
Namun, sebaliknya jika ada kandidat yang menawarkan gagasan maka publik akan berpihak pada kandidat yang memiliki gagasan. Selama ini yang terjadi karena tidak membawa gagasan, makanya ditukar pakai uang kepada masyarakat.
“Jadi sesungguhnya money politic itu adalah konversi dari ketidaksanggupan seorang kandidat menawarkan gagasan ke publik. Bukan masyarakat kita pragmatis, cuma mereka menerima gagasan dalam bentuk uang, karena tidak ada gagasan lain,” pungkasnya. (*)
Sumber: Rakyatsulsel.co
Editor: Dian Muhtadiah Hamna