JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memberikan gelar Bapak Kemerdekaan Pers Indonesia untuk mendiang presiden ke-3 RI, BJ Habibie. Penghargaan ini diberikan karena jasa Habibie yang memberikan kebebasan berpendapat kepada pers Indonesia.
“Kami merasa ada sesuatu harus diberikan kepada bapak karena kami sadar betul bahwa kebebasan pers itu kita dapatkan di era Pak Habibie,” ujar Ketua PWI Pusat Atal S Depari di rumah Habibie, Jalan Patra Kuningan XIII, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019 seperti dilansir dari detik.com.
Dalam kesempatan itu, Atal ditemani Ketua Bidang Luar Negeri Abdul Aziz, anggota Dewan Kehormatan PWI Asro kamal Rokan, dan Sekretaris Dewan Kehormatan Ilham Bintang. Penghargaan berupa piagam dan plakat ini diterima langsung oleh putra pertama Habibie, Ilham Akbar Habibie.
Penghargaan kemerdekaan pers ini disebut bukan yang pertama kali diberikan oleh PWI untuk Habibie. Ilham Bintang menambahkan PWI juga pernah memberikan medali kemerdekaan pers kepada Habibie pada 2013.
“Kalau ada yang bertanya kenapa baru sekarang Pak Habibie mendapatkan penghargaan ini, sebenarnya tidak. Pada 2013 Hari Pers Nasional, itu memberi penghargaan medali kemerdekaan pers kepada Pak Habibie . Ini bapaknya kemerdekaan pers,” ujar Ilham Bintang.
Ilham mengatakan kebebasan pers yang diberikan Habibie diharapkan dapat melakukan kontrol kepada pemerintah. Penghargaan ini juga disebut sebagai bentuk apresiasi dari seluruh wartawan Indonesia.
“Karena atas dasar jasa Pak Habibie-lah yang kemudian membuat pers seperti apa dengan sekarang bisa bebas melakukan kontrol, dan dengan kontrol itu diharapkan kita bisa melakukan negara beradab, seperti yang menjadi impian Pak Habibie,” kata Ilham Bintang.
“Oleh karena itu, penghargaan Bapak Kemerdekaan Pers ini adalah sebuah apresiasi dari seluruh wartawan, khususnya anggota PWI, atas jasa-jasa yang dilakukan Pak Habibie,” sambungnya.
Sementara itu, Ilham Habibie berterima kasih atas penghargaan yang diberikan untuk ayahnya. Dia menuturkan kebebasan pers yang diberikan Habibie menjadi hal penting untuk membimbing negara demokratis.
“Kami dari keluarga Habibie sangat merasa terhormat dan tersanjung dengan bapak kami diberikan gelar, anugerah, selaku bapak kemerdekaan pers nasional Indonesia. Saya kira satu fondasi jadi kebebasan pers itu, sebagai satu elemen kuat yang memang penting untuk membimbing satu negara yang demokratis,” tuturnya.
Ilham mengatakan kebebasan pers menurut ayahnya merupakan fondasi dari negara yang beradab. “Kebebasan pers itu adalah satu fondasi dari semua negara yang beradab, kalau menurut saya dan menurut bapak juga lebih dari itu, negara yang berdemokrasi,” ujar Ilham.
Ilham menuturkan Indonesia bukan negara otoriter, tapi demokrasi. Dalam negara demokrasi, ada pembagian kekuasaan yaitu eksekutif, yudikatif, dan legislatif.
“Kalau peradaban kan umum bisa otoriter, peradaban tapi ini peradaban demokrasi. Jadi kalau kita lihat demokrasi pada umumnya, mungkin dari segi politik, kita selalu kenal sebagai trias politika. Ada tiga eksekutif, yudikatif dan legislatif,” kata Ilham.
Sehingga, menurutnya, dengan tiga kekuasaan itu dibutuhkan cek atau pengontrol. Ilham menuturkan, bila tidak ada pengontrol maka kualitas pemerintahan akan berkurang.
“Kalau kita lihat tiga trias politika itu, adalah bagaimana kita bisa maksimalkan kualitas itu dengan adanya check and balance. Kalau semua di satu tangan, maka itu kualitas dari negara dari segi pemerintahan secara menyeluruh akan berkurang,” ujar Ilham.
Ilham menyebut Habibie kerap merasakan adanya perbedaan informasi yang diterima. Sehingga, perlu adanya akurasi data yang dilakukan.
“Bapak sangat merasakan itu kualitas informasi yang diperoleh bapak itu bisa bertentangan, dua-duanya pembeda ada banyak sumber di dalam, pembeda itu dan lebih banyak sumber itu yang ada biarpun nanti tetap harus kita akurasikan sendiri atau dengan tim, tapi itu diperlukan,” ujar Ilham.
Ilham mengatakan dalam kebebasan pers juga diperlukan adanya verifikasi data yang diberikan. Hal ini agar kualitas informasi untuk membuat keputusan dapat maksimal.
“Jadi dalam pers nggak berarti perlu adanya semua sumber pers itu punya pendapat yang sama, atau punya data yang sama. Tapi ya begitulah yang penting adanya diverifikasi daripada data dan informasi yang ada, sehingga itu bisa diakurasikan sebaik mungkin. Sehingga, kualitas informasi yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan dimaksimalkan,” tuturnya. (*)
Sumber: detik.com
Editor: Dian Muhtadiah Hamna