Latar belakang dari penelitiannya yakni APBD Kota Parepare yang disusun dalam periode 2010 sampai 2018. Ternyata realisasinya masih jauh dari harapan.
Menurut Yadi, sapaan akrab Yadi Arodhiskara, dalam sepuluh tahun tersebut hanya satu tahun yang melampaui target. Yakni tahun 2014.
Hal tersebut menunjukkan adanya proses yang belum baik dari satu siklus penganggaran. Selain itu, kata Yadi, serapan anggaran yang terkadang masih jauh dari harapan.
Tak hanya itu, lanjut Yadi, adanya implementasi program yang belum benar-benar menyentuh masyarakat. Sehingga, ia tertarik menjadikan hal tersebut sebagai judul disertasi.
Yadi melihat ada pendekatan Tudang Sipulung yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Parepare dalam menyerap aspirasi warga. Meskipun, katanya, belum dilakukan secara maksimal. Kemudian menelaah nilai-nilai dasar dalam tudang sipulung.
“Di sisi lain saya melihat ada pendekatan Tudang Sipulung yang dilakukan Pemkot Parepare dalam menyerap aspirasi warga, meskipun belum dilakukan secara maksimal. Kemudian, saya mencoba menelaah nilai-nilai dasar dalam tudang sipulung yang harusnya terpatri, bukan sekedar menjadi ritual kegiatan saja,” ujar pria berusia 45 tahun ini.
Dari sisi nilai kearifan lokal, lanjutnya, kita sangat kaya. Di mana dalam tudang sipulung tersebut terdapat nilai lempu’ (perbuatan lurus), tongeng (kebenaran), getteng (keteguhan dalam kebenaran), dan sipakatau (menghargai). Apabila hal tersebut menjadi bagian dari proses siklus maka penganggaran akan berjalan dengan baik.
Ia juga menyarankan kepada Pemerintah Kota Parepare untuk merevisi Perda No.1 Tahun 2010 Tentang Perencanaan Anggaran Partisipatif. Sebab, kata Yadi, Perda tersebut sudah cukup lama untuk mengadopsi kondisi kekinian yang terjadi dan juga memasukkan pendekatan kearifan lokal dalam siklus penganggaran. Di antaranya dengan pendekatan dan nilai-nilai dalam Tudang Sipulung, agar proses perencanaan tidak sekadar menjadi ritual anggaran semata tanpa memberikan manfaat yang lebih banyak bagi masyarakat Kota Parepare.