Oleh: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus, Alumni S1 Universitas Airlangga)
Akhir-akhir ini, persoalan terkait keluarga sebagai elemen pembangun bangsa sering kali dibahas. Keluarga merupakan unit terkecil yang menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat dalam sebuah negara. Selama pembangkit itu mampu menyalurkan arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat dan kuat. Tidak ada salahnya jika dikatakan bahwa keluarga sebagai unit masyarakat terkecil memiliki peran strategis dalam sebuah negara. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa peran keluarga akan membawa pengaruh dalam masyarakat yaitu membangkitkan masyarakat yang kuat, dan nantinya akan mewujudkan bangsa yang tangguh juga menjadi tempat lahirnya para pemimpin bangsa.
Hal ini, sejalan dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam Harganas) ke-31 Tahun 2024, yang menyampaikan bahwa, keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara. Maka dari itu, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing. (kemenkopmk.go.id, 30/6/2024).
Dalam laman yang sama (kemenkopmk.go.id, 30/06/2024), disampaikan bahwa untuk melihat masalah-masalah di Indonesia, bisa melihat dari unit terkecilnya yaitu keluarga. Keluarga sebagai unit terkecil sebuah bangsa. Jika keluarganya baik maka negara akan baik. Keluarga menentukan kualitas sumber daya manusia. Pemerintah tengah mempersiapkan keluarga yang berkualitas dimulai sejak prenatal (masa sebelum kehamilan), masa kehamilan, dan masa 1000 hari pertama kehidupan manusia. Intervensi dilakukan terutama pada perempuan.
Peringatan Harganas ke-31 Tahun 2024 bertema “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas“ dikatakan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya peran keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Hanya saja, faktanya hari ini fungsi keluarga tidak bisa terwujud dengan baik, yang mana justru tampak dengan berbagai problem serius pada keluarga, seperti tingginya kemiskinan, stunting, KDRT, terjerat pinjol, juga perceraian, bunuh diri, dll.
Semua ini bukan karena sekadar salah individu dalam keluarga dan masyarakat secara umum lantas muncul berbagai persoalan di segala lini kehidupan. Tetapi akibat banyaknya kebijakan negara yang justru mengakibatkan masalah pada keluarga. Kebijakan negara yang justru menzalimi rakyat dan tidak berpihak pada rakyat.
Selain itu, definisi generasi emas sendiri yang digadang-gadang akan diwujudkan juga tidak jelas, bahkan orientasi duniawi. Maka peringatan hanya sekadar seremonial karena berbagai hal yang kontradiktif pada kenyataannya. Generasi emas apa yang akan digapai jika beban perbaikan generasi diserahkan sepenuhnya kepada keluarga dan BKKBN. Padahal akar persoalan keluarga dan generasi dari kebijakan yang diterapkan berimbas pada porak-porandanya kehidupan keluarga dan generasi.
Islam memiliki gambaran keluarga ideal yang berorientasi pada akhirat tanpa melupakan dunia.
Pertama, keluarga memiliki fondasi dasar dari pernikahan adalah akidah Islam, bukan manfaat ataupun kepentingan. Hal ini harus dijaga sepenuh jiwa oleh pasangan suami istri.
Kedua, senantiasa menjadikan Islam dan syariatnya sebagai panduan dan solusi terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Halal/haram dijadikan landasan dalam berbuat, bukan hawa nafsu.
Ketiga, membangun persahabatan yang erat dengan pasangan dalam suka dan duka.
Keempat, muasyirah bil makruf atau menjalin pergaulan yang baik dengan pasangan merupakan hal penting dalam menjaga ketenangan dalam keluarga. Kelima, menjalin komunikasi dan relasi yang harmonis di dalam rumah tangga.
Sehingga, keluarga adalah tempat yang menyenangkan dan akan memberikan ketenangan bagi anggotanya. Hal ini harus diupayakan oleh setiap keluarga muslim. Hanya saja, ketenangan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hanya bisa diraih dalam keluarga yang menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Aturan Islam secara kaffah ini tidak bisa jika hanya diterapkan skala individu saja. Karena individu dalam keluarga ataupun masyarakat tidak berjalan dengan sendirinya tapi berjalan diatur dan harus taat pada aturan kebijakan negara yang diterapkan.
Maka, ketika menginginkan keluarga ideal dan mewujudkan generasi emas, aturan Islam secara kaffah harus diadopsi oleh negara. Maka akan terwujud bangsa yang tangguh dan melahirkan generasi emas pemimpin peradaban. (*)