MAKASSAR,PIJARNEWS.COM–Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Kota Makassar, Naisyah T Azikin diperiksa tim penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kamis (1/3).
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani menerangkan, pemeriksaan Kadis Kesehatan Makassar tersebut terkait kasus dugaan Tipikor pengadaan ATK, makan dan minum di lingkup BPKAD Makassar. Dimana tersangka tunggal pada kasus tersebut yakni Kepala BPKAD Makassar, Erwin Syafruddin Hayya.
“Kadis Kesehatan diperiksa terkait honor yang diterima Erwin Hayya sebagai Kepala BPKAD,” singkatnya.
Hingga saat ini belum diketahui keterkaitan Kadis Kesehatan Makassar dengan honor yang dimaksud Dicky Sondani. Pemeriksaan masih dilakukan di ruang penyidik di lantai dua Ditreskrimsus Polda Sulsel.
Diketahui, Erwin ditetapkan sebagai tersangka tunggal bermula saat penemuan dugaan tersebut saat Tim penyidik Polda Sulsel melakukan penggeledahan di Balaikota, ruang BPKAD Makassar pada Rabu 3 Januari lalu.
Penyidik menemukan uang Rp1 miliar lebih. Saat penggeledahan, ternyata dari Rp1 miliar lebih yang berupa mata uang asing dan rupiah tersebut, ditemukan Rp300 juta dalam satu amplop besar.
Amplop tersebut merupakan setoran dari perusahaan CV. Wyata Praja atas pembayaran pengadaan langsung ATK,makan dan minum untuk periode bulan November- Desember 2017.
Dimana penyetoran tersebut merupakan perintah dari tersangka Erwin Syafruddin selaku kepala BPKAD Makassar. Semua pengadaan langsung berupa ATK, makan dan minum di BPKAD dilakukan dengan tujuh perusahaan yang ditunjuk langsung oleh tersangka tanpa proses pengadaan.
Mereka diwajib menyetor 95 persen dana pembayaran yang dikumpulkan melalui bendahara pengeluaran dan staf honorer. 5 persen diberikan kepada pihak penyedia sebagai fee dan penyedia tidak perlu melaksanakan pengadaan tersebut.
Kemudian atas perintah tersangka Erwin, dana 95 persen tersebut sebagiannya digunakan oleh bendahara pengeluaran, Lilis untuk belanja langsung ATK, makan dan minum dan keperluan lainnya digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka termasuk pemberian ke beberapa pihak melalui tunai maupun transfer.
Beberapa bukti yang dimiliki tim penyidik yakni uang Rp300 juta, dokumen pengadaan langsung ATK, makan dan minum, rekening koran tujuh perusahaan penyedia, print out catatan penggunaan belanja langsung ATK, makan dan minum, serta print out catatan penggunaan pribadi atas perintah tersangka.
Beberapa saksi yang dimintai keterangan yakni tenaga honorer, Alam, bendahara pengeluaran, Lilis, dari CV Wyata Praja, Alham Ramly, tujuh saksi dari perusahaan penyedia dan pejabat pengadaan.
Sedangkan terkait sisa uang Rp700 juta yang diakui Erwin Hayya adalah milik pribadinya, penyidik masih melakukan pendalaman terkait uang tersebut. Pasalnya Erwin belum bisa menjelaskan sumber uang tersebut dari mana. Dalam hal tersebut ia terancam pasal TPPU.
Hingga saat ini pasal yang disangkakan yakni Pasal 12 Huruf i subsider Pasal 11 subsider Pasal 12 Huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor.(mks)