ESAI,- Dr. Ali Syariati adalah seorang Sosiolog dan Martir yang terbunuh atas perjuangannya menyalakan api revolusi di Kerajaan Syah Pahlevi di Tanah Persia. Api revolusi yang dikobarkannya menyala terang dan berhasil meruntuhkan tembok kerajaan Syah yang sudah berumur ribuan tahun. Namun beliau tidak sempat menyaksikan hasil perjuangannya tersebut dikarenakan kesyahidannya tepat 3 tahun sebelum revolusi. Meskipun syahid di usia yang sangat muda, Dr. Ali Syariati mewariskan khasanah pemikiran Sosiologi Islam yang sangat kaya kepada para generasi muda yang didalam dirinya terdapat api perlawanan yang menyala terhadap kezaliman dan kesewenang-wenangan.
Syariati membagi kelompok masyarakat muslim kedalam dua kelompok besar, yaitu pengikut Qabil dan pengikut Habil. Kedua kelompok ini secara historis senantiasa terlibat dalam konflik yang berkepanjangan. Kelompok Qabil adalah representasi para aristokrat, pemodal, dan para penguasa. Kelompok ini memiliki akses yang tidak terbatas pada 3 dimensi paling penting bagi manusia, yaitu Ekonomi, Politik, dan Agama. Al Qur’an menceritakan bagaimana kelompok Qabil itu disimbolkan dengan Fir’aun sebagai penguasa dzalim, Qarun disimbolkan sebagai pemodal yang mengambil keuntungan dari penderitaan orang lain, dan Bal’am yang disimbolkan sebagai Agamawan yang menggunakan Agama untuk membenarkan perbuatan dzalim Penguasa dan Pemodal.
Sementara kelompok Habil adalah rakyat biasa yang menjadi objek penindasan kelompok Qabil. Menurut Syariati, Agama-Agama Ibrahimiyah adalah Agama yang dibawa oleh para Nabi yang berasal dari kelompok Habil untuk menghancurkan kedzaliman kelompok Qabil. Para Nabi tersebut membawa misi untuk menegakkan keadilan Ilahia dengan membebaskan manusia dari belenggu kedzaliman Fira’un dan Qarun, serta melepaskan manusia dari doktrin agama Bal’am.
Agama yang didakwahkan oleh kelompok Bal’am hanya agama yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan (status quo) kelompok Fir’aun dan membenarkan kekayaan Qarun. Bal’am akan memperkenalkan Agama kepada rakyat jelata sebagai air yang memadamkan api perlawanan Habil terhadap Qabil. Agama yang memerintahkan rakyat beragama untuk agama itu sendiri.
Ali Syariati mengkirik keras tipe beragama seperti ini. Menurutnya, Agama yang disampaikan oleh Bal’am adalah Agama yang menjadi “candu” yang memabukkan masyarakat dari misi yang sesungguhnya. Bal’am menidurkan masyarakat dengan janji surgawi. Yaitu ibadah-ibadah yang hanya dihitung dengan kalkulasi pahala dan surga, serta ancaman neraka. Syariati kerap menyampaikan perkataan dari Imam Ali Kwh, bahwa ada 3 tipe orang beragama. Yaitu tipe Budak, tipe Pedagang dan tipe Pecinta. Syariati menyebut Agama yang disampaikan oleh Bal’am hanya Agama tipe budak dan pedagang, sangat jauh dari tujuan Agama yang sesungguhnya.
Sementara itu, Agama yang dibawa oleh para Nabi Ibrahimiyah adalah agama para pejuang yang aktif berdiri dihadapan penguasa dan pemodal dan dengan lantang menuntut ketundukan penuh kepada Allah SWT. Seperti yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ketika dengan lantang berdiri dihadapan Raja Namrud, juga seperti Musa ketika berhadapan dengan Firaun dan Muhammad SAW ketika berhadapan dengan pemuka Quraish. Agama kata syariati tidak hanya berbicara tentang kehidupan akhirat, karena itu Agama mesti dikembalikan ke tujuan Azalinya, yaitu perjuangan perjuangan menegakkan keadilan Ilahia di muka Bumi.
Syariati menegaskan pentingnya Agama dikembalikan kepada asalnya, yaitu para keturunan Habil yang berjuang untk menegakkan keadilan Ilahiah di muka bumi. Agar keadilan Ilahiah dapat tegak di Muka Bumi, maka para ketutunan Habil mesti membangun konsep bernegara yang berdasarkan Ajaran Islam. Negara inilah yang kemudian akan menjadi representasi penegakan keadilan Ilahiah di dunia. Akan tetapi, Syariati disini menakanakan bahwa Negara yang dimaksud bukanlah Negara Islam, tapi negara yang berdasarkan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Para Keturunan Habil yaitu nilai yang diperjuangkan oleh Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW.
Menarik mengkaji pemikiran Syariati dalam konteks Keindonesiaan saat ini. Bagaimanapun, pemikiran sesorang tokoh pasti terikat dan terbatas pada situasi sosial di masanya. Syariati hidup dimasa ketika Otoritarianisme dipertontonkan secara telanjang oleh Syah Pahlevi. Kondisi tersebut secara tidak langsung mempengaruhi gagasan revolusioner seorang akademisi lulusan Sorbonne bergelar Doktor. Sementara di Indonesia, sejak reformasi Negara ini sudah menerapkan prinsip-prinsip Demokrasi dimana Pemenuhan HAM merupakan tugas pokok yang perlahan – lahan dilaksanakan oleh Negara.
Akan tetapi, saat ini Indonesia dihadapkan pada fenomena menguatnya kelompok Islam conservative yang menginginkan Indonesia dibentuk ulang menjadi suatu negara yang berdasarkan Syariah. Pada tahun-tahun belakangan ini sering dijumpai wacana tentang NKRI bersyariah, yaitu suatu wacana menjadikan Indonesia sebagai Negara kesatuan yang menggunakan Islam sebagai landasan konstitusi. Pada dasarnya wacana tersebut menjadi menarik dikarenakan menggunakan jargon “Islam”, suatu jargon yang secara apriori diterima oleh mayoritas penduduk Indonesia sebagai suatu kebanaran mutlak. Namun, apakah wacana tersebut sejalan dengan Konsep Negara yang dimaksudkan oleh Ali Syariati?
Untuk mengupasnya, mari kita kembali ke pandangan Syariati tentang tujuan Agama diturunkan ke muka Bumi. Secara panjang lebar telah dikemukakan diatas bahwa terdapat dua kelompok yang masing-masing menggunakan Agama untuk tujuan tertentu. Kelompok pertama, Syariati menyebutnya kaum Mustakbirin, yaitu kaum yang menjadikan Agama untuk meraih kekuasaan, popularitas, dan kekayaan dunia. Sementara kelompok kedua, Syariati menyebutnya kaum Musta’dafin yaitu rakyat jelata yang menjadi objek penderita, kelas masyarakat yang tidak memiliki akses kepada sumber-sumber ekonomi, pendidikan, social dan Agama. Syariati menyebut Agama pada dasarnya diturunkan untuk menegakkan keadilan kepada kaum Musta’dafin ini.
Sampai disini kita dapat mencermati, jargon Syari’ah yang diwacanakan di Indonesia saat ini berada pada kelompok yang mana. Apakah digunakan oleh kelompok Mustakbirin atau untuk membela kaum Musta’dafin. Ali Syariati memberikan Guidens untuk menilai. Kata Syariati; “Jangan sekali-kali mendekati para pemuka Agama yang hidupnya bergelimang dengan kemewahan dunia, yang teriakannya tergantung pada pundi-pundi kekayaan yang didapatkannya. Tapi dekatilah pemuka Agama yang disekelilingnya terdapat orang-orang lemah, yang memberi makan anak yatim, yang tidak berjuang untuk mendapatkan kekuasaan, tapi berjuang agar kekuasaan itu digunakan untuk menegakkan keadilan Ilahiah di Muka Bumi”. Wallahu A’llam.
Penulis:
Andi Faisal Mortheza
Sekertaris Umum Lakpesdam PCNU Parepare