PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Akademisi Hukum IAIN Parepare Rusdianto Sudirman pertanyakan kinerja anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat kabupaten/kota tahun 2021 dan 2022.
Bahkan Rusdianto mengatakan, KPU-Bawaslu kabupaten/kota sebaiknya dibubarkan jika Pilkada serentak dilaksanakan pada bulan November Tahun 2024.
Menurutnya, Pasal 201 ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mengatur agar pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024. Berdasarkan ketentuan tersebut, otomatis setelah pilkada 2020 kemarin tak ada agenda pemilu atau pilkada lagi.
Pemilu Serentak dilaksanakan di bulan April, sementara Pilkada Serentak di bulan November 2024. Sehingga jika semua pemilihan diselenggarakan di 2024, maka KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten/kota sebaiknya dibubarkan saja.
“Apalagi melihat pengalaman selama ini persiapan Pilkada butuh waktu satu tahun, artinya tahapan Pilkada 2024, dimulai pada November 2023. Disaat yang sama, pemilu serentak juga seperti itu. Tahapan mulai 2023. Pertanyaannya KPU-Bawaslu yang digaji puluhan juta ini kerjanya apa saja mulai 2021 dan 2022 ?,” ujar Rusdianto
Ia mengatakan, meski KPU kabupaten/kota saat ini tengah fokus melakukan pendaftaran pemilih berkelanjutan dan sosialisasi, tapi menurut Rusdianto, anggaran yang digunakan terlalu besar jika hanya melakukan pendaftaran pemilih yang berkelanjutan.
“Bukankah sudah ada institusi tingkat kelurahan/desa yang rutin melaporkan data kependudukan setiap bulan ke Dukcapil, toh pada akhirnya semua akan di verifikasi faktual kembali oleh Pantarlih atau PPDP pada tahapan pemutakhiran DPT,” jelasnya
Jika Pilkada/Pemilu tidak ada, Rusdianto menganalisis anggaran rutin yang diterima KPU kabupaten/kota sebesar 3-4 miliar untuk pengelolaan kantor. Anggaran tersebut kemudian dikalikan dengan 514 kabupaten/kota di Indonesia.
“Itu belum yang lain-lainnya. Jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah, dana sebesar itu lebih relevan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19 sekarang ini,” tambah Rusdianto
Selaku Akademisi, Rusdianto merasa memiliki tanggung jawab moril untuk menyampaikan hal ini ke publik demi perbaikan kualitas demokrasi khususnya efektifitas lembaga penyelenggara pemilu kedepan.
“Tentu apa yang saya sampaikan
Sesuai dengan regulasi dan realitas hukum yang terjadi saat ini. Lebih khusus lagi terkait prinsip efesiensi keuangan negara jika gaji anggota KPU kabupaten/iota di pergunakan untuk program pemerintah yang lebih pro rakyat,” tutupnya. (rls/msb)