MAKASSAR, PIJARNEWS.COM–Pandemi Covid-19 membuat banyak orang mengalami kesulitan khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah di Kota Makassar.
Namun, bagi sebagian orang, masa “sulit” ini justru dijadikan pemicu untuk berusaha mencari solusi yang dapat membantu meringankan sesamanya. Seperti yang dilakukan oleh Muhammad Akmal, pendiri Rappo.id. Rappo merupakan usaha sosial yang menawarkan produk daur ulang sampah kantong plastik sekali pakai (kresek) yang dibuat oleh kalangan Ibu rumah tangga.
“Saat ini kami fokus memberdayakan penjahit lokal, masyarakat di kawasan prasejahtera dan kawasan pesisir Kota Makassar,” kata Akmal, sapaan karibnya saat ditemui Pijarnews.com awal Desember 2021 lalu.
Terbentuk 20 Juni 2020 lalu yang aktivitasnya berpusat di Jalan Perintis Kemerdekaan 4 Lorong 1 No.4, Makassar, Sulawesi Selatan, awalnya ide Rappo dianggap kurang menarik sebab hanya berfokus mengurusi sampah kantong plastik yang kurang bernilai bagi sebagian orang.
“Rendahnya edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan membuat ide ini banyak mendapatkan keraguan untuk bisa tumbuh dan berkembang di Kota Makassar,” tutur Akmal.
Ide ini awalnya diinisiasi oleh Muhammad Akmal yang sebelumnya sempat menjadi salah satu pendiri komunitas Kejar Mimpi Makassar sekaligus leader pertama komunitas tersebut di tahun 2019-2021. Komunitas ini merupakan wadah kolaborasi dan berkumpul bagi anak muda di Kota Makassar yang tertarik pada isu lingkungan, pendidikan, filantropi dan pembangunan ekonomi sosial. Beranjak dari komunitas inilah, Muhammad Akmal banyak memperdalam pemahamannya tentang isu lingkungan sebab bertemu dengan orang-orang yang berkecimpung pada isu yang sama melalui kegiatan yang Komunitas Kejar Mimpi Makassar laksanakan.
Mengapa Sampah Kantong Plastik?
Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini, sampah kantong plastik sekali pakai pun dipilih menjadi langkah awal untuk sebuah perubahan yang baik. Hal ini dinilai karena tingginya penggunaan kantong plastik setiap harinya. “Sebab belum adanya realisasi kebijakan pemerintah setempat yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai,” terang Akmal.
Hal tersebut diperparah dengan rendahnya tingkat daur ulang sampah plastik sehingga lebih banyak kantong plastik berakhir menjadi sampah yang pada akhirnya bermuara ke lautan yang kemudian merusak ekosistem di dalamnya. “Dari sini pun timbul kekhawatiran, Makassar sebagai kota pesisir yang indah, estetikanya terancam akibat sampah plastik yang mencemarinya setiap hari,” kata pemuda 27 tahun itu.
Diceritakan Akmal, nama rappo diambil dari bahasa lokal Bugis-Makassar yang memiliki arti “buah”. Filosofi “buah” diyakini tepat menggambarkan semangat dan mimpi yang besar jika suatu saat usaha bersama-sama yang dilakukan melalui rappo akan memberikan buah yang manis utamanya dari segi dampak bagi lingkungan dan masyarakat yang diberdayakan di dalamnya.
Logo Rappo sendiri merupakan adopsi dari “huruf lontara” yang jika dibaca akan memberikan bunyi yang sama yakni “rap-po”.
Inspirasi penggunaan huruf lontara sendiri digunakan sebab memiliki cerita yang erat dengan nilai-nilai suku Bugis-Makassar yang banyak di Kota Makassar. Huruf lontara digunakan pada naskah La Galigo, karya sastra terpanjang di dunia. Lebih panjang daripada epik India, Mahabarata, dan Ramayana.
La Galigo ditulis dalam format puisi bahasa Bugis kuno, berupa sajak bersuku lima, naskah La Galigo menceritakan kisah asal-usul manusia. Struktur isi La Galigo ialah bercerita tentang mitos penciptaan dunia dan penciptaan manusia atau asal-usul manusia pertama yang mendiami dunia.
Warna Logo Rappo berasal dari 2 unsur yakni kuning dan biru. Kuning sebagai representasi sampah plastik daur ulang namun juga dapat memberikan kesan optimis, energik, ramah dan bijaksana serta biru yang terinspirasi dari warna laut sebagai salah satu tujuan didirikan rappo yaitu mengurangi sampah plastik yang bermuara ke lautan. “Namun di samping itu juga akan memberikan kesan percaya diri dan kestabilan sesuai dengan nilai yang dianut dari bisnis sosial ini,” tambah Akmal tersenyum.
Sambil bercerita, di sekeliling Akmal tampak sejumlah ibu rumah tangga yang menjahit kantong plastik bekas itu menjadi barang bernilai tambah. Seperti tas laptop, tas kanvas, tas belanja sekali pakai, dompet handphone, dan sebagainya. Barang-barang ini sungguh apik dengan model “kekinian”. Tak tampak bahwa material utamanya berasal dari sampah kantong plastik yang telah dimodifikasi dengan material lainnya.
Pemberdayaan 10 ibu rumah tangga ini bagian dari program sosial Rappo yang dilakukan Akmal bersama timnya di Kampung Nelayan Untia, Kelurahan Untia, Kecamatan Biringkanayya, Makassar.
Diakui Akmal, untuk memberdayakan ibu-ibu rumah tangga tersebut, memiliki tantangan tersendiri.
“Tantangannya karena yang menjadi mitra kita, yang buat produk rappo benar-benar kita latih dari awal dari mereka tidak bisa menjahit menjadi bisa. Jadi memang butuh kesabaran,” ucap presenter berita TVRI Sulsel itu.
Hasbia (34), salah satu ibu rumah tangga mengatakan bahwa memiliki keterampilan itu penting bagi seorang perempuan. “Alhamdulillah selama mengikuti program ini, pelan-pelan saya sudah bisa menjahit. Padahal awalnya saya sekali tidak bisa menjahit,” kesannya.
Akmal berharap, kegiatan sosial bisnis yang dilakukannya sekarang merupakan salah satu solusi untuk menjaga lingkungan bumi. “Saya berharap ini bukan solusi yang bersifat sementara, tetapi solusi yang diharapkan berkelanjutan serta membentuk masyarakat yang mandiri,” tandasnya sembari tersenyum. (Dian Muhtadiah Hamna adalah Peserta dari Program FJPP)