JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Tanggal 1 Februari diperingati sebagai Hari Hijab Internasional untuk menunjukkan solidaritas kepada muslimah, menentang kefanatikan, diskriminasi, dan islamofobia.
Di sisi lain, menurut situs NEA Today (22-1-2025), masih terjadi peningkatan laporan pelecehan dan kekerasan terhadap siswi muslim yang identitasnya terlihat.
“Di antara siswa muslimah sekolah menengah pertama dan atas, 47% melaporkan merasa tidak aman, tidak diterima, atau tidak nyaman di sekolah karena identitas mereka. Satu dari empat mengatakan mereka pernah mendengar seorang guru atau orang dewasa lain di sekolah membuat komentar yang menyinggung atau bertindak dengan cara yang menyinggung kaum muslim. Bagi siswa yang mengenakan hijab, hal itu sangat mengancam. Sekitar sepertiga mengatakan hijab mereka telah ditarik atau disentuh secara ofensif,” tulisnya dikutip dari Muslimahnews.net.
Aktivis muslimah Imrana Muhammad menyatakan, Hari Hijab Sedunia ini memang tidak menghentikan pelecehan terhadap muslimah, juga tidak menentang atau mengecam negara-negara yang mengkriminalisasi muslimah karena mengenakan hijab.
Bahkan, jelasnya kepada Kantor Berita ideologis internasional, Rabu (29/1/2025), negara-negara tersebut tetap didukung dan dilabeli sebagai contoh progresif, termasuk ketika terjadi pelecehan terhadap muslimah karena memilih mengenakan hijab di depan umum.
Ia mengungkapkan, meningkatnya kekerasan dan bahaya yang dihadapi muslimah di seluruh dunia bukanlah suatu kebetulan. “Itu adalah masalah atau rencana dari mereka yang ingin mengejek Islam dan menjadikan cara hidup yang korup sebagai hal yang wajar. Bahkan, terjadi perang global yang menyebabkan jutaan muslimah dibunuh, juga kejahatan serius yang menimpa kesehatan dan kesejahteraan para muslimah,” urainya.
Ia pun menegaskan, Hari Hijab Sedunia tidak memberikan dampak apa pun terhadap para muslimah yang anak-anaknya diculik oleh lembaga-lembaga dengan alasan mengekspresikan nilai Islam “terlalu banyak”.
“Kenyataannya, gerakan simbolis semacam itu menjadi kedok untuk menutupi agenda yang sebenarnya. Gerakan ini [justru] memungkinkan kaum muslim yang teralihkan [oleh agenda tersebut] untuk merayakan nilai-nilai liberal yang merupakan sumber masalah. Gerakan ini menciptakan rasa nyaman dan dukungan palsu bahwa kita memiliki semacam “kepemimpinan Islam”,” paparnya.
Oleh karena itu, jelasnya, kaum muslim tidak boleh menerima ukuran-ukuran hukum Islam yang salah. “Al-Quran dan Sunah harus menjadi satu-satunya rujukan kita untuk metode penyelesaian masalah apa pun,” ucapnya.
Kemudian, sambungnya, bagi umat Islam yang mengikuti jalan Nabi Saw tanpa penyimpangan atau westernisasi, Khilafah harus menjadi satu-satunya gagasan karena dapat melindungi kehidupan dan kehormatan para muslimah.
“Umar bin Khaththab adalah salah satu inovator besar dalam sistem peradilan Islam. Ia menjadikan keamanan dan perlindungan hak asasi manusia itu tidak tergoyahkan. Sampai-sampai, hingga saat ini, negara-negara Barat banyak meniru gaya pemerintahan Umar ra.,” ungkapnya.
Bahkan, jelasnya, Allah Swt. memuji perlindungan terhadap kehidupan dan martabat manusia melebihi segala sesuatu di dunia seperti firman-Nya dalam QS Al-Maidah: 32, “Oleh karena itu, Kami menetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa siapa yang membunuh seseorang bukan karena (orang yang dibunuh itu) telah membunuh orang lain atau karena telah berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh semua manusia. Sebaliknya, siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, ia seakan-akan telah memelihara kehidupan semua manusia,” pungkasnya. (*)
Sumber: Muslimahnews.net