OPINI — Saat ini lagi viral lagu aisyah. Judul di atas sengaja ditulis seperti itu sebagai bentuk penghormatan penulis kepada sosok pendamping Rasulullah Saw., yang masyhur dengan Ummul Mukminiin (ibunya para laki-laki beriman), bukan Ummul Mukminaat (ibunya para perempuan beriman). Ini dikarenakan sepeninggal Rasulullah, salah satu alasan gelar itu dilekatkan kepada beliau karena haram hukumnya seorang wali menikahkan putranya dengan ‘Aisyah. Beliau istri Rasulullah Saw yang dicintai karena kecerdasan intelektual, kemuliaan dan kesuciannya.
Kecerdasan intelektual beliau menjadikannya sebagai rujukan cabang ilmu yang patut diteladani bukan saja oleh seorang muslimah, tapi juga seorang muslim sekalipun.
Beliau lahir pada bulan Syawal tahun ke-9 sebelum hijrah atau bulan Juli 614 M. Kecerdasan beliau sudah terlihat sejak kecil, antara lain: kemampuan memori beliau untuk mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya, termasuk hadis-hadis yang didengarnya dari Rasulullah Saw; kemampuan memahami, meriwayatkan, menyimpulkan sekaligus menjelaskan secara detail hukum fiqhi yang terkandung di dalam hadis; acapkali menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang dialaminya pada masa kecil; dan kemampuan mengingat dan memahami rahasia-rahasia hijrah secara terperinci hingga ke detail peristiwanya.
Beliau ditinggal wafat oleh Rasulullah Saw ketika berusia 18 tahun. Walau demikian, beliau telah menguasai berbagai masalah agama sedemikian luas. Bahkan dikatakan bahwa segala sabda dan perbuatan Rasulullah saw dapat diingatnya tanpa batas.
Hal lain yang sangat mengagumkan, di kalangan para perawi hadis beliau menempati posisi ke-4 dalam jumlah hadis yang diriwayatkan, yaitu sebanyak 2210 (dua ribu dua ratus sepuluh) hadis. Dahsyat kan…?! Jumlah tersebut mengalahkan jumlah hadis yang diriwayatkan sahabat lain yang usianya jauh lebih tua dari beliau.
Fakta historis menunjukkan bahwa di dalam upaya meng-up grade keilmuan umat Islam, beliau mewakafkan dirinya dengan mendirikan sebuah madrasah (sekolah). Madrasah beliau adalah madrasah ilmu yang paling diminati setelah wafatnya Rasulullah.
Beliau mendidik secara langsung setiap orang yang meminta pengajaran darinya tanpa pandang bulu. Orang-orang yang meminta fatwa hukum dan menanyakan berbagai persoalan, beliau menyimaknya dengan saksama lalu memberikan jawaban yang sebaik-baiknya yang beliau ketahui.
Dari madrasah yang diasuh oleh beliau itu, lahir banyak ulama terutama dari kalangan tabi’in. Terdapat banyak bukti dalam literatur Islam yang menunjukkan hal itu. Bahkan Qosim, salah satu ahli fiqhi terkemuka di Madinah berkata, “beliau memberikan fatwa secara independent pada masa kekhalifahan Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khaththab, Sayyidina Utsman bin Affan, dan seterusnya hingga akhir hayatnya.
Meskipun beliau seorang perempuan, tapi kapasitas keilmuannya tidak kalah dari sahabat Rasulullah yang laki-laki.
Dari fakta sejarah itu, baik dari sudut pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan maupun kesucian, beliau tidak bisa dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa sebelumnya.
Kemuliaan dan kesucian beliau tidak hanya diakui makhluk di bumi, tapi juga diamini di langit. Kemuliaan dan kesuciannya pernah mengalami ujian berat yang dikenal di dalam sejarah dengan “hadiitsul ifki”, kabar dusta atau berita hoax karena beliau dikabarkan telah berselingkuh dengan Shafwan ibn Muaththal yang merusak dan menodai kesucian dan kehormatan beliau.
Tuduhan tak berdasar ini membuat Sayyidina Abu Bakar sebagai ayah, Rasulullah sebagai suami dan ‘Aisyah sendiri dibuat menderita dengan tuduhan dan fitnah keji ini. Sebulan lamanya fitnah keji ini menjadi perbincangan hangat dan menjadi ‘gorengan sedap’ oleh para penentang Islam untuk meruntuhkan kemuliaan Islam, Allah baru menurunkan wahyu mengklarifikasi fitnah tersebut dengan turunnya ayat 11-20 surah an-Nur.
Bahkan dengan turunnya ayat ini, Sayyidina Abu Bakar sebagai ayah mendapat angin segar dan bersumpah akan memboikot orang-orang yang menyebar fitnah keji terhadap putri kesayanganya itu, tapi kemudian ditegur oleh Allah secara halus melalui ayat 22 di surah an-Nur yang turun beriringan dengan ayat yang mengklarifikasi ketidakbenaran fitnah keji tersebut agar sebagai ayah, SayyidinaAbu Bakar bersedia memaafkan dan berlapang dada menyikapi soal tuduhan keji itu.
Itulah ‘Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan di dunia. Semoga kita dapat bercermin dan terus berusaha untuk meneladani kecerdasan, kemuliaan dan kesuciannya.
Tulisan ini sejujurnya dihadirkan untuk membendung viral atau boomingnya lagu “Aisyah” di medsos yang amat digandrungi generasi millenial, yang menurut hemat kami, lirik-liriknya, langsung atau tidak, mereduksi (untuk tidak mengatakan merendahkan) kapasitas intelektual dan spiritual Sayyidatunaa ‘AISYAH Radhiyaallahu ‘Anhaa, Ummul Mukminiin, karena yang lebih banyak ditonjolkan hanya SISI LUAR dan ROMANTISME PHYSICAL beliau terhadap Rasul Saw. Lirik yang dimaksud antara lain, misalnya: Nabi Saw. minum di gelas bekas bibir dan mencubit hidung Aisyah, serta berlari-lari bersama Nabi).
Patut disyukuri bahwa dengan viralnya lagu Aisyah di dunia maya ini memang di satu sisi “menggembirakan”, namun di sisi lain “mengkhawatirkan”. Disebut “menggembirakan” karena menjadi media mengenalkan dan mendekatkan sosok pejuang Islam ke netizen: fesbuker’ dan youtuber’s. Namun juga “mengkhawatirkan” karena, langsung atau tidak langsung, telah mereduksi profil paripurna sosok yang diviralkan itu. Ini yang bahaya, dapat menggiring kesan parsial ke pikiran dan hati “aisyah” millenial mengenai sosok yang diviralkan. Ini yang beresiko. Mengapa? Karena dapat menggiring kesan parsial ke pikiran dan hari “aisyah-aisyah” millenial mengenai sosok’ Sayyidatina ‘Aisyah. Yang diviralkan hanya romantisme physical- dan pertimbangan komersialnya, bukan kapasitas intelektual, kemuliaan dan kesucian Ummul Mukminiin, ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa, semoga keridhaan Allah tercurah kepada beliau. Wallahu a’lam. (*)
Parepare, 5 April 2020
09.30.27 PM