GUNA membekali generasi muda menghadapi bonus demografi yang diperkirakan berlangsung sejak 2020—2030, BPJS Kesehatan menggelar kegiatan “BPJS Kesehatan Support Youth Generation” pada 26/10/2022. Menurut pihak BPJS, meningkatnya bonus demografi di Indonesia harus diiringi peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan agar dapat terserap dalam pasar kerja yang kompeten. (Tempo, 31/10/2022).
Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan Andi Afdal menyatakan bahwa BPJS memberikan dukungan kepada generasi muda untuk cepat beradaptasi seiring pergeseran aktivitas kehidupan. Hal ini agar mereka bisa menjadi bibit unggul penerus bangsa yang berdaya saing tinggi.
Pihak BPJS juga mengajak para pelajar untuk lebih mengenal konsep jaminan kesehatan sosial dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) guna meningkatkan pemahaman, kepedulian, kerelaan membantu sesama, dan gotong royong dalam diri para pelajar.
Sebenarnya, mengapa BPJS Kesehatan begitu gencar mempromosikannya? Apakah benar secara tulus untuk kebaikan generasi muda? Atau memang ada kepentingan lain yang menggiurkan, mengingat Andi Afdal mengatakan bahwa para pelajar termasuk kategori usia terbanyak dari total jumlah penduduk Indonesia?
Membidik Generasi
Pemerintah mengklaim peduli dengan kesehatan generasi muda. Banyak langkah BPJS untuk makin mendekatkan diri dengan mereka, salah satunya membuat layanan aplikasi mobile JKN. Diharapkan teknologi digitalisasi ini menjadi favorit bagi generasi muda.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah penduduk generasi Z (Gen Z) yang berusia 10—24 tahun sebanyak 8.662.815 jiwa. Populasi Indonesia didominasi oleh Gen Z. (dataindonesia[dot]id, 22/8/2022).
Pemangku kebijakan memahami dengan baik potensi generasi muda ini, termasuk untuk menghasilkan keuntungan. Bidikan BPJS Kesehatan pada generasi muda sungguh beralasan. Alasan ekonomi menjadi faktor utama, sedangkan “peduli terhadap kesehatan generasi” adalah lipstik semata. Buktinya, rakyat harus membayar premi meski tidak sedang mendapatkan pelayanan kesehatan.
Tampak jelas, generasi muda menjadi bidikan empuk untuk mengeruk keuntungan materi. Apalagi diserukan bahwa generasi muda berperan besar dalam mengawal keberlangsungan program JKN di Indonesia. Para pejabat memang terlihat terus mencari cara untuk mengambil untung dari rakyat, salah satunya “memalak” atas nama JKN—yang sejatinya rakyat menjamin kesehatan diri sendiri, bukan oleh negara.
Semestinya, jaminan pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab negara, bukan rakyat. Jika memang begitu peduli pada kesehatan generasi, pelayanan kesehatan diberikan dengan cuma-cuma atau murah. Ironisnya, pemerintah malah membisniskannya dalam bentuk “asuransi sosial”.
Pangsa Pasar Potensial
Pengamat kebijakan publik Ichsanuddin Noorsy pernah menyatakan bahwa ada kepentingan asing di balik gagasan lahirnya UU BPJS, yakni mengambil alih pangsa pasar industri asuransi sosial.
Atas nama jaminan kesehatan, pemerintah mengeruk uang dari rakyat. Jumlah Gen Z yang mendominasi populasi penduduk di negeri jelas menjadi pasar empuk yang menggiurkan. Kampanye program BPJS “Gotong Royong, Semua Tertolong”, hakikatnya ialah demi kantong BPJS, maka rakyat akan terus ditodong.
Ekonom Islam Condro Triono mengatakan bahwa sistem ekonomi kapitalisme menjadi biang kerok langgengnya kebijakan asuransi sosial di negeri ini. Sistem ini memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk memperebutkan “kue” ekonomi yang ada di suatu negara. Bahkan, sistem ini tidak lagi mengenal batas-batas norma dan etika. Prinsipnya, di mana ada peluang, akan mereka “makan”.
Dengan demikian, generasi muda harus sadar bahwa mereka sekadar menjadi pangsa pasar potensial untuk industri asuransi sosial. Mengambil keuntungan sebesar-sebesarnya dari generasi muda, sedangkan layanan kesehatan prima masih jauh dari angan-angan untuk didapatkan.
Rakyat Apes Tergabung dalam BPJS
Basis dari bisnis asuransi adalah memanfaatkan kekhawatiran dan ketakpastian yang dihadapi seseorang. Masyarakat pun mau membayar sejumlah premi pada perusahaan asuransi untuk menjamin masa depannya. Makin banyak pesertanya, makin besar pula keuntungan bisnis asuransi.
Penting bagi mereka untuk terus mencari kantong-kantong massa agar keuntungan besar bisa didapatkan. Inilah yang terus dijalankan oleh BPJS. Rakyat apes tidak dapat layanan kesehatan terbaik, malah harus membayar sejumlah iuran yang terus naik. Sampai kapan hal ini terjadi? Sampai benar-benar dipastikan setiap pos uang rakyat habis dikeruk oleh para kapitalis lewat badan asuransi sosial.
Keluhan atas buruknya BPJS Kesehatan ini tidak hanya berasal dari peserta BPJS, melainkan juga dari banyak RS, para dokter, dan rekanan RS. Banyak RS yang harus menalangi atau utang ke apotek maupun perusahaan alat kedokteran. Dokter pun terpaksa bekerja keras dengan imbalan ala kadarnya. Lagi-lagi, rakyat harus pasrah menerima pelayanan kesehatan juga ala kadarnya.
Tanggung Jawab Negara
Kesehatan merupakan kebutuhan vital rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Wajib bagi negara menyediakan pelayanan kesehatan berkualitas secara gratis hingga setiap individu mudah mengaksesnya. Pelayanan kesehatan tidak boleh dipandang sebagai jasa yang mewajibkan kompensasi.
Jaminan negara atas kesehatan melalui mekanisme asuransi adalah haram. Rakyat tidak boleh diperlakukan layaknya nasabah perusahaan asuransi, sebagaimana melalui BPJS ini.
Dr. ‘Abdurrahman al-Khalidi dalam terjemahan kitab As-Siyasah al-Iqtishadiyyah al-Mutsla menyatakan, “(Jaminan pemenuhan) kebutuhan-kebutuhan primer bagi seluruh rakyat telah ditetapkan oleh syariat sebagai kewajiban atas negara secara langsung. Nabi saw. bersabda, ‘Imam (kepala negara) itu adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia pimpin.’.” (HR Bukhari)
Tanggung jawab negaralah untuk memenuhi kebutuhan asasi, termasuk keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Jaminan kesehatan melalui BPJS telah memberatkan rakyat. Dipaksa membayar iuran agar mendapatkan layanan kesehatan merupakan bentuk kezaliman. Masyarakat, khususnya generasi muda, jangan mau “termakan” jargon-jargon yang menipu atas nama jaminan kesehatan nasional. (*)
Sumber: Muslimahnews.net
Editor: Dian Muhtadiah Hamna