OPINI-Perkembangan peradaban daripada globalisasi, merupakan hal yang tidak bisa kita nafikan dan tidak dapat kita hindari. Teknologi Informasi di satu sisi memberikan akses dan kemudahan bagi para penggunanya, tapi di sisi lain ia menjadi pedang bermata dua untuk kaum konsumeris. Kalangan ini ialah termasuk para remaja yang notabenenya adalah penerus bangsa. Dari hasil riset kominfo tahun 2021, mengindikasikan bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai 202,6 juta pengguna dan terus bertambah, dan 19 persen dari jumlah tersebut adalah remaja yang mengalami kecanduan berdasar survei CNN ID pada 34 Provinsi di tahun yang sama. Hal ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi tanah air kita.
Kecanggihan yang ditawarkan oleh zaman tidak terlepas dari hiburan dan keleluasaan menelusuri jejaring dunia maya serta platformnya. Hasil survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) mencatat bahwa di tahun 2021-2022, angka pengguna internet telah mencapai 210,03 juta, dan aplikasi tersering di akses adalah YouTube, Facebook, dan Whatsapp sesuai dengan rilisan Kadata Insight Center. Hal ini dipaparkan secara jelas bahwa siapa saja yang memiliki gawai dan perangkat yang memadai dapat mengakses apa saja, bermain dengan aplikasi animasi, menonton tanpa henti, hingga melanggar asasi dengan membuka situs illegal seperti pornografi. Sudah banyak penyimpangan yang dapat kita lihat di masa kini yang tidak terlepas dari dampak pornografi, seperti kasus suami yang berzina dengan mertuanya baru-baru ini.
Sudarmi (2011) memaparkan bahwa Secara umum, perilaku menyimpang dapat dipahami sebagai perilaku melanggar atau bertentangan dengan aturan normatif dan interpretasi standar serta harapan lingkungan sosial yang relevan, penelitiannya membuktikan bahwa menonton pornografi sudah jadi hal yang biasa dikonsumsi oleh para remaja. Mayoritas dari subjek nya (93%) menjawab pernah melihat hal yang berbau vulgar tersebut dan hanya sedikit yang mengaku belum pernah. Dengan begitu, dampak kecanduan gadget sangatlah berbahaya untuk karakter remaja.
Berikut merupakan dampak dari kecanduan gadget dari kian banyaknya output negatif. Dari Puntadewa (2021) paling tidak dari hasil penelitiannya menyebutkan dampak negatif kecanduan gadget berdasar pengakuan subjek antara lain:
- Merusak Mata
- Mengganggu Pola Tidur
- Cubytal Tunnel Sydrom (Gangguan persendian dan penglihatan)
- Text Neck Sydrom (Melemahkan keteguhan leher dan menyebabkan pegal/ lelah)
- Trigger Thumb (Jempol Menekuk)
Disamping banyaknya komplikasi dari para remaja saat ini disebabkan oleh gadget, mereka juga terdampak ketergantungan fasilitasnya seperti bermain game, dari hasil riset databoks di tahun 2022 berdasar dari data laporan We Are Social, Indonesia adalah Negara ketiga dengan intensitas akses video game terbanyak yang saat ini berada di urutan ketiga di dunia, tercatat sebanyak 94,5% pengguna internet berusia mulai dari 16 tahun, disusul dengan Negara Filiphina dalam urutan pertama sebanyak 96,4% Pemain game aktif. Hal ini tentunya menjadi kekhawatiran besar bagi penempatan peran remaja yang harusnya dapat memanfaatkan gadget untuk tujuan ilmiah dan aktualisasi diri. Chaidirman (2019) menjelaskan bahwa remaja dapat menghabiskan paling tidak 6-8 jam atau lebih per hari. Hal ini mengganggupertumbuhan, mendorong rasa ingin tahu tentang perubahan teknologi, memudahkan akses informasi melalui smartphone dengan gadget, dan membuat Anda sulit melepaskan perangkat, kecanduan gadget. Sehingga hal tersebut menyicu keterbelakangan mental dan jiwa yang sehat bagi remaja.
Dalam menjelaskan salah satu langkah preventif (Diah, 2019) Pemerintah baik di pedesaan dihimbauagar dapat mensosialisasikan secara berkala tentang resiko kecanduan penggunaan gawai kepada masyarakat khususnya remaja dengan masih perlunya untuk di edukasi untuk mengurangi resiko kecanduan gawai dan menghindari perilaku menyimpang di masyarakat, serta meningkatkan kesadaran dampak kecanduan gadget. Orang tua juga sangat berperan penting dalam akses gadget anak, salah satu alternatif solusi adalah memberlakukan pola penasuhan demokratif atau otoriter pada anak (Widya, 2017). Disamping itu, Sari (2022) mempresentasikan bahwa paling tidak ada enam peran orang tua didalam konteks mengayomi anak-anaknya dalam hal pembatasan penggunaan gadget:
- Pendidik
Orang tua pun harus tahu bagaimana dampak dari kecanduan gadget diluar potensi-potensi yang akan muncul bagi sang anak. Mereka merupakan amanat dari Tuhan untuk bisa di didik sedemikian rupa agar bisa menjadi insan yang baik di hadapan Agama, Masyarakat, dan untuk diri anak sendiri.
- Pelindung
Di sini orang tua sebagai pelindung anak dari keamanan anak, kesejahteraan anak, dan bersifat naluriah. Orang tua sebagai pelindung disini dijelaskan bahwa orang yang selalu melindungi anaknya ketika dimana pun berada begitupun ketika mengakses internet dan memainkan gadget, karena anak muda sekarang sulit untuk didominasi.
- Pengarah
Orang tua memiliki posisi yang penting dalam menanggulangi agar anak-anak terutama remaja memiliki dan mengembangkan fitrah yang ada pada diri nya. Begitupun orang tua mengarahkan buah hati mereka untuk tumbuh dan berfikir positif sehingga pergaulannya tidak melenceng dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat agar tidak terjerumus kedalam kegiatan yang negatif, tapi sebesar apapun orang tua mengajarkan anaknya untuk tidak terjebak oleh pergaulan yang negatif.
- Penasehat
Merupakan hal identik bagi orang tua, sebagai penasehat harus dapat menetapkan durasi dan batasan dalam menggunakan gadget atau bermain game, tidak terlalu mengekang, naluri masa remaja kini akan berkembang ketika sudah dewasa maka dia akan mengerti sendirinya, memaklumi tetapi tetap memberi batasan yang tegas, memperhatikan waktu belajar, edukasi bagi mereka adalah hal yang terpenting. Sehingga peran dalam menasehati anak remaja sangatlah krusial.
- Penanggung Jawab
Peran orang tua sebagai dalam hal perlindungan bagi anak-anaknya. Di kehidupan ini, tidak semua akan berjalan sesuai harapan, berkenaan dengan anak-anak dalam perjalanannya menjadi dewasa. Bukan hal yang mustahil anak remaja akan mengalami hal-hal yang tidak baik. Dengan contoh, bermasalah dilingkungan sekolah, termasuk dalam kenakalan remaja, pergaulan bebas, dan lainnya. Tanggung jawab orang tua dalam menyikapi hal ini harus diiringi kesabaran.
Namun, disamping banyak nya masalah disebabkan oleh penggunaan yang tidak sehat pada remaja, kita juga tidak dapat menyalahkan sepenuhnya. Mereka lahir bersamaan dengan percepatan revolusi industri ini tidak tanggung-tanggung disebut dengan “Generasi Stroberi”, nampak tangguh tetapi rapuh dari dalam. Secara prasadar dan tidak dipungkiri pasti akan terlibat dan memakai gadget untuk kebutuhan sekolah. Jadi alternatif terbaik untuk pemerintah adalah dengan mewadahi dan melakukan persuasi, memberikan mereka tempat serta fasilitas untuk bisa berkembang agar bisa ter- distraksi oleh potensi kecanduan gadget untuk para penerus bangsa saat ini.
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.