Oleh; Khaeriyah Nasruddin
(Anggota Forum Lingkar Pena/Mahasiswi UIN Alauddin Makassar)
“Para nabi tinggal di Syam. Tidak ada sejengkal pun Kota Baitulmaqdis, kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR At-Tirmidzi).
Sabda Rasulullah tentang Palestina mengingatkan kita pada lukanya, tak terpungkiri dari dulu hingga kini kondisi Palestina makin memprihatinkan. Mengingat serangan yang dilakukan oleh Israel hingga saat ini sudah memasuki hari ke-43, data dari Kemenkes Palestina disebutkan sudah mencapai lebih 10.328 orang yang meninggal dan di antaranya kebanyakan anak-anak, hingga detik ini korban pun terus berjatuhan tapi Israel masih jumawa mempertontonkan aksi biadabnya pada dunia, pemborbardian secara serampangan, menghancurkan rumah penduduk, merusak mesjid dan akhir-akhir ini sedang buas mengebom rumah sakit.
Tentu apa yang dilakukan Israel membuat mayoritas kaum muslim di seluruh dunia mengecam tindakannya namun sayang meskipun mendapat dukungan penuh dari berbagai sisi Palestina tetap sendirian menghadapi kekuatan Israel. Padahal ada 120 negara yang tergabung dalam PBB yang juga turut mengutuk kebiadaban Israel, kutukan yang hanya berakhir pengecaman. Sementara Israel seperti tak peduli, gertakan itu hanya angin selintas, lihat saja aksi kejahatan berulang-ulang dilakukan, toh, ada AS yang setia mendukung.
Apa yang terjadi di Palestina hari ini sangat mengiris hati nurani, dan penguasa negeri-negeri muslim tidak bisa berbuat apa-apa sebab mereka terhalang oleh sekat-sekat nasionalisme. Adapun mengharapkan PBB ingin mendamaikan kedua negara yang berkonflik ataupun mengharapkan hukum internasional memberi hukuman adalah hal mustahil, PPB hanya semacam panggung untuk tempat melampiaskan emosi. Para penguasa negeri-negeri Arab pun tidak berkutik padahal mereka adalah tetangga terdekat.
Presiden Mesir misalnya, Abdel Fattah El-Sisi, ia mengatakan, Mesir menolak segala upaya menyelesaikan masalah Palestina dengan cara militer atau melalui pemindahan paksa warga Palestina dari tanah airnya, yang akan merugikan negara-negara di sekitarnya. Setiap pemindahan warga Palestina ke Sinai mengartikan ‘kita memindahkan gagasan perlawanan, pertempuran dari jalur Gaza ke Sinai dan Sinai akan menjadi basis melancarkan operasi melawan Israel’. (Antaranews.19/10/2023).
Dari Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan negaranya tidak akan mengizinkan warga atau pengungsi Palestina meninggalkan tanah air mereka. Raja Abdullah II dari Yordania juga mengatakan dengan tegas bahwa, “ini adalah garis merahnya, tidak ada pengungsi ke Yordania dan juga tidak ada pengungsi ke Mesir. Ini adalah situasi yang harus ditangani di Gaza dan Tepi Barat dan Anda tidak harus melakukan ini di pundak (melibatkan tempat) orang lain. (Viva.co.id/17/10/2023).
Oleh karena itu, solusi yang tepat untuk mengatasi persoalan Palestina adalah persatuan kaum muslimin. Umat harus bersatu dalam satu ikatan kepemimpinan dalam naungan satu negara, yakni sistem kepemimpinan Islam. Khalifah akan menggerakkan tentara-tentaranya untuk bergerak mengusir para penjajah dari dunia Islam dengan jalan jihad. Islam mewajibkan jihad ketika kaum muslimin diperangi sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah: 194,
“Siapa saja yang menyerang kalian, seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadap kalian.”
Juga dalam QS. Al Baqarah: 191, “Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian.”
Tentu hal ini hanya bisa terwujud dalam daulah khilafah, sebab pemimpin-pemimpin negeri muslim saat ini tidak berani untuk menyerukan jihad. Tidakkah dulu, khilafah berhasil menjaga Palestina dari seorang Yahudi Theodor Herzl dengan merayu khalifah Sultan Abdul Hamid II, merayu menyogok dengan uang banyak, berjanji melunasi hutang, sayang ditolak mentah-mentah. Namun ketika institusi itu hancur Theodor Herzl mulus mewujudkan cita-citanya untuk merebut tanah Palestina.
Demikianlah, kehadiran khilafah begitu penting saat ini karena dengannya musuh tak berani mengusik sebab ia akan menghadirkan sebuah kekuatan besar, termasuk senjata dan tentara yang disegani. Institusi pemerintahan ini tidak didominasi oleh negara besar yang sarat kepentingan, ia mandiri dan tak ditekan. Tak gentar menghadapi ancaman besar termasuk sekelas negara yang kini memiliki kekuatan power untuk menyokong penjajah. Dengan begitu rakyat Palestina punya harapan untuk hidup di tanahnya dengan damai. (*)