Oleh : Reshi Umi Hani
(Aktivis Dakwah)
Peringatan Harganas ke-31 Tahun 2024 bertema “Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas“ dikatakan untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, keluarga merupakan penentu dan kunci dari kemajuan suatu negara.
Maka dari itu, pemerintah saat ini tengah bekerja keras untuk menyiapkan keluarga Indonesia yang berkualitas dan memiliki daya saing.
Kepala BKKBN, dokter Hasto Wardoyo, menekankan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, tempat bernaung, saling mencintai, dan melindungi. Dia mengajak para orangtua, tokoh-tokoh masyarakat, pihak pemerintah dan swasta untuk sama-sama fokus membangun keluarga.
Menurut Hasto, untuk membangun negara harus dimulai dari keluarga.
Faktanya hari ini fungsi keluarga tidak bisa terwujud dnegan baik, yang tampak berbagai problem serius pada keluarga, seperti tingginya kemiskinan, stunting, KDRT, terjerat pinjol, juga perceraian dan lain-lain. Semua akibat banyak kebijakan negara yang mengakibatkan masalah pada keluarga. Kebijakan yang seharusnya membawa pada kesejahteraan umat justru membawa masyarakat yang mengadopsinya kepada jurang kerusakan.
Ada berbagai upaya yang dilakukan pemerintah melalui Kemen PPPA untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. KPPA pun mengimbau seluruh keluarga untuk melakukan penguatan keluarga dan pendidikan dengan intervensi ke dalamnya demi mewujudkan generasi tangguh pada masa depan.
Menjaga, mengawasi, dan memastikan anak-anak mempunyai resiliensi yang tangguh, adaptif, dan kreatif untuk mewujudkan generasi emas berkualitas sehingga ketahanan bangsa makin kuat.
Akan tetapi, jika kita telaah berbagai program tersebut, sesungguhnya dalam perjalanannya, keluarga dan masyarakatlah yang bekerja secara langsung. Artinya, negara membebankan pelaksanaannya kepada rakyat, negara hanya memfasilitasi beberapa program untuk kemudian dijalankan oleh rakyatnya sebagai pelaksana utama.
Pemerintah makin berlepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai penanggung jawab atas seluruh permasalahan yang menimpa rakyat. Para penguasa abai terhadap kesejahteraan masyarakat dan hanya mementingkan kepentingan segelintir orang yang bisa melenggangkan kekuasaan mereka.
Jika demikian, bisakah kita berharap program-program itu bisa sampai kepada tujuannya? Kita semua telah tahu jawabannya, sangat sulit untuk diwujudkan. Terlebih jika sistem sekuler kapitalisme masih mencengkeram negeri ini, akan sulit mewujudkan Indonesia menjadi negara maju, apalagi bersaing dengan negara adidaya.
Lebih dari itu, hari ini kita bisa menyaksikan kerusakan, tindak kriminal, kemiskinan, kelaparan merajalela di negeri mana pun, bahkan di negara-negara yang sebagian orang menilai sebagai negara maju. Misalnya, negara-negara yang menggunakan teknologi serba canggih dengan SDM yang tidak diragukan oleh siapa pun, seperti AS, Inggris, Cina, Korea Selatan, dan Jepang.
Lantas, apakah ini yang dianggap kemajuan?
Oleh sebab itu, maju dan mundurnya peradaban sebuah negara atau bangsa, sejatinya bisa kita lihat dari ideologi atau sistem kehidupan yang dianut oleh negara atau bangsa tersebut. Jika sistem kehidupan yang dianut adalah sekuler kapitalisme, bisa dipastikan kemajuannya hanyalah semu karena gagal membangun peradaban yang menghasilkan masyarakat yang berbudi luhur dan berkepribadian khas yang tinggi.
Jika ingin menjadi negara maju dan berperadaban mulia, negeri ini seharusnya hanya berharap pada Islam. Islamlah satu-satunya ideologi atau sistem kehidupan yang mampu mengakomodasi setiap kebutuhan dan harapan bagi umat manusia, yaitu mewujudkan nilai keadilan, kesejahteraan, keharmonisan, kecerdasan, dan ketinggian moral.
Belum pernah ada peradaban mana pun yang menyamai kegemilangan dan kesuksesan Islam sebagai peradaban yang berkuasa selama 13 abad lamanya.
Dengan penerapan sistem Islam secara kafah oleh negara, akan berlaku pula sistem pendidikan Islam yang melahirkan generasi berkualitas prima, sekaligus para pemimpin dan kepemimpinan yang adil serta amanah yang mengayomi dan menyejahterakan rakyatnya. Mereka paham bahwa imam adalah raa’in (penggembala) dan junnah (perisai). Yang akan menjamin kesejahteraan dapat dirasakan oleh setiap individunya.
Rasulullah saw. Bersabda, ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Kemajuan atau kebangkitam hakiki adalah kemajuan yang diletakkan kepada asas ruhiah. Artinya, kemajuan dibangun dengan landasan pemikiran yang mengaitkan segala aktivitas manusia dengan Allah SWT., yaitu sesuai perintah dan larangan-Nya.
Dengan memahami bahwa aturan yang diturunkan oleh Allah ta’ala adalah untuk kemaslahatan dan keselamatan manusia
Penguatan keluarga memang bisa menghasilkan SDM yang berkualitas.
Hanya saja, untuk bisa mewujudkan Indonesia maju, sebagaimana pencanangan Indonesia Emas 2045, tidak cukup hanya mengandalkan SDM ataupun kemajuan teknologi. Ada hal mendasar yang harus ada di tengah umat sehingga terwujud kemajuan hakiki, yaitu adanya sistem sahih yang diterapkan di tengah umat.
Dengan diterapkannya syariat Islam di tengah-tengah masyarakat tentu akan membawa kemaslahatan dan kesejahteraan bagi setiap manusia, sehingga kerusakan-kerusakan yang ada bisa diminimalkan bahkan dapat dicegah untuk hadir di tengah-tengah masyarakat.
Wallahualam bissawab. (*)