OPINI — Ibadah dalam Islam secara garis besarnya diidentifikasi menjadi dua, yakni secara vertikal meliputi hubungan antara hamba dengan Allah swt dan secara horizontal hubungan antar sesama makhluk. Keduanya tidak terpisahkan karena keberislaman secara universal (kaffah) menuntut agar tidak bersikap eksklusif atas salah satu dari kedua hubungan tersebut.
Bukan tidak mungkin ada yang merasa kekhusyuan shalatnya tidak maksimal, akibat imbauan shalat di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus covid-19. Namun di sisi lain tidak merasa risih atas rintihan fakir dan miskin, di tengah perjuangan menghadapi problematika dan tuntutan hidup.
Keberagamaannya memilih dan memilah ajaran yang dianggap mudah, cocok atas diri dan kelompoknya. Sebutlah mengamalkan satu ayat dan mengabaikan sebelumnya tanpa mengkorelasikannya (مناسبة), padahal perilaku tersebut sepadan dan memiliki status hukum sama, karena struktur kalimatnya menggunakan al athfu wa al ma’thuf. Allah swt berfirman dalam QS. al Ma’un: 1-5
اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِ
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَ
2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim,
وَلَا يَحُضُّ عَلٰي طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ
3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ
4. Maka celakalah orang yang shalat,
الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ
5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya,
Khawatir lalai dalam shalat tapi tidak peduli terhadap yatim dan miskin merupakan perilaku yang mengabaikan prinsip keseimbangan (التوازن), karena histori di awal Islam ketika Rasul masih di Mekah ayat diturunkan bukan hanya sebagai seruan beriman semata, melainkan mengajak agar memiliki kepedulian sosial. Surah Makkiyah pada Juz Ammah cukup menjadi bukti bahwa terdapat beberapa ayat tentang ancaman atas efek harta. Misalnya karakter pendusta agama karena mengabaikan orang miskin (al Ma’un), mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya (al humazah), perintah berqurban karena diberi ni’mat banyak (al Kautsar), binasanya Abu Lahab dengan hartanya (al Lahab) dll.
Islam memberi perhatian khusus terhadap kepedulian sosial, terutama bagi fakir dan miskin. Karena itu, terdapat banyak ibadah yang mempersyaratkan pelakunya untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi miskin (طعمة المساكين), antara lain; zakat harta, shadaqah, hadiah dan zakat fitrah. Selain bentuk ibadah, perhatian atas kebutuhan pangan, ditekankan pada pemberlakuan sanksi (العقوبة) atas pelanggaran berupa denda (دية), antara lain; memberi makan pada 60 orang miskin bagi pasangan suami istri melakukan hubungan badan di saat siang ramadan, pembayaran fidhiya bagi yang dikategorikan udzur dalam berpuasa, memberi makan 60 miskin bagi yang melakukan dzihar (menyamakan punggung isteri dengan ibunya), dan memberi makan 10 miskin atas sumpah palsu.
Pandemi covid-19 cukup mempengaruhi ekonomi umat sehingga pemenuhan kebutuhan pangan, terutama bagi masyarakat kota sangat terbebani. Namun ketika potensi untuk mengumpulkan kebutuhan pangan dioptimalkan maka hasilnya cukup besar. Selama ini kesalehan sosial hanya difokuskan pada dana zakat dan sadaqah, padahal ada banyak jenis pelanggaran dengan persyaratan tersebut. Salah satu contoh adalah sumpah yang hanya melakukan pertaubatan tanpa memberi makan pada 10 (sepuluh) miskin. Allah swt berfirman dalam QS. al Ma’idah:89
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ ۖ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ۚ ذَٰلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ ۚ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Terjemahnya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).
Banyak hal yang menyebabkan orang bersumpah, antara lain; Sumpah Pelantikan ASN, pelantikan jabatan, pelantikan pengurus, memberikan kesaksian di pengadilan, menguatkan pernyataan yang diragukan, dll. Kalkulasi kuantitas atas pelanggaran satu sumpah, jika dilanggar secara berulang kemudian dikali bilangan 10 (sepuluh), ternyata dapat meringankan beban pangan bagi fakir dan miskin.
Dengan demikian kepedulian atas pangan bagi fakir dan miskin tidak hanya melalui zakat, tetapi juga melalui kesadaran atas denda pelanggaran-pelanggaran yang mempersyaratkan pemberian makan terhadap mereka. Wallahu a’alam bi al shawab. (*)
*Penulis adalah Dosen IAIN Parepare dan Pendakwah.