PAREPARE, PIJARNEWS.COM – Hari Santri Nasional diperingati dengan upacara bendera di Kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare, Sulawesi Selatan, Selasa (22/10/2019).
Namun upacara kali ini pakaiannya berbeda dari biasanya. Sebab, civitas akademik yang terdiri dari dosen, pegawai, dan mahasiswa seluruhnya berbusana muslim ala santri. Suasana hari santri bertema Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia ini kian semarak.
Peserta upacara laki-laki memakai sarung, baju koko putih, dan penutup kepala songkok hitam. Prianya juga pakai sepatu. Sebagian diantaranya bahkan memakai sandal kulit. Sedangkan peserta upacara perempuan, semuanya memakai gamis dan kerudung serba putih. Suasana ini menjadikan kampus IAIN Parepare ini bak disulap seperti pesantren. Sebagian dosen dan mahasiswa yang beraktivitas di kampus IAIN Parepare ini merupakan jebolan pesantren. Bahkan tak sedikit dosen juga mengelola pondok pesantren.
Catatan penulis, dosen IAIN Parepare yang kini mengelola pesantren yakni Dr Ali Rusdi Bedong. Pesantrennya bernama Ar-Risalah, di Batetangnga, Polman, Sulbar. Ada juga pesantren yang kini dirintis Ustadz Dr Agus Muchsin bersama Ustadz Iqbal di Jalan Industri Kecil, Kota Parepare. Tak hanya itu, Dr Qadaruddin bersama keluarganya mengelola pesantren di Pangkep.
Rektor IAIN Parepare, Ahmad Sultra Rustan mengatakan, penggunaan pakaian layaknya santri ini untuk memperingati dan memeriahkan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2019.
“Seluruh civitas akademika IAIN Parepare memperingati hari Santri Nasional secara semarak. Penggunaan pakaian santri ini membuat jiwa kita tenang,” ujar Ahmad.
Ahmad juga berharap, penggunaan baju koko dan sarung untuk pria dan gamis untuk perempuan layaknya pondok pesantren akan diberlakukan pada even-even tertentu. “Bisa saja di masa mendatang, ada event tertentu kita kembali berpakaian seperti ini,” ujar Ahmad.
Usai upacara, sejumlah dosen dan mahasiswa kembali ke kelasnya melakukan aktivitas belajar mengajar. Pakaian ala santri pun tetap dipakai hingga proses belajar mengajar usai.
Dikutip dari laman iainpare.ac.id, sehari sebelumnya, Senin (21/10/2019), IAIN Parepare juga menyemarakkan hari santri dengan Zikir Doa dan Tauziah. Kegiatan tersebut digelar di Masjid Al- Washilah IAIN Parepare.
Kegiatan ini diikuti secara hikmat ratusan civitas kampus. Baik pimpinan institut, fakultas, dosen, pegawai dan mahasiswa. Ada tiga rangkaian acara dalam kegiatan tersebut yaitu tauziah kebangsaan oleh Dr Agus Muchsin, sambutan Rektor IAIN Parepare, Ahmad Sultra Rustan.
Kegiatan ditutup dengan acara zikir dan doa bersama yang dipandu Ustadz H Sudirman bersama tim zikir dari maha santri Ma’had al- Jamiyah IAIN Parepare.
Rektor IAIN Parepare, Ahmad S. Rustan menyampaikan banyak pandangannya terkait eksistensi santri dan perkembangannya di Indonesia. Dalam arti yang sempit, Ahmad menyebutkan, istilah santri mula-mula digunakan orang hindu dengan istilah “sastri”. Namun perkembangan berikutnya, para ulama Islam mendirikan pondok pesantren, maka yang belajar di pesantren itulah yang disebut santri, yaitu orang yang belajar ilmu agama.
Ahmad menyebut pengertian di atas sangat sempit dan sudah saatnya memperluas makna santri yang sebenarnya. Yaitu orang yang haus belajar dan menuntut ilmu agama. Siapa pun yang menuntut ilmu agama, maka bisa disebut santri. Bahkan Ahmad optimis di masa mendatang, kata santri akan menjadi istilah umum yang dipergunakan di lembaga pendidikan, menggantikan kata pelajar, siswa, dan murid yang dikenal hari ini.
Rektor juga mengungkapkan bahwa hari santri adalah khas Indonesia. “Santri hanya ada di Indonesia, tidak ada di negara lain, termasuk di negara-negara Arab. Mengapa istilah santri dicetuskan? Itu karena santri yang menuntut ilmu di pesantren memiliki karakter yang sangat kuat dalam menuntut ilmu pengetahuan agama,” tandas Ahmad Sultra Rustan. (*)
Penulis : Alfiansyah Anwar