MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Tujuh tersangka kasus dugaan Tindak pidana korupsi (Tipikor) pengadaan dan pemasangan pipa PVC di Satuan Kerja (Satker) Sarana Pengelolaan Air Minum (SPAM) Sulsel, resmi ditahan.
Ketujuh tersangka tersebut yakni Kuasa Pengguna Anggran (KPA) Kasatker SPAM, Kaharuddin, Pejabat Pembuat komitmen (PPK), Ferry Nasir MR dan Mukhtar Kadir, Pejabat Pengadaan, Andi Kemal, Bendahara, Andi Murniati, selaku penandatangan SPM, Rahmad Dahlan dan Koordinator Penyedia, Muhammad Aras.
Penyerahan tahap 2 tersebut dilakukan Tim penyidik Subdit 3 Tipikor ditreskrimsus Polda Sulsel ke JPU Kejari Makassar yang difasilitasi oleh Satgas tipikor Kejati Sulsel. Selain tersangka penyidik juga melimpahkan barang bukti perkara kasus tersebut.
Kasi Penkum Kejati Sulsel, Salahuddin menerangkan, tahap 2 tersebut dilakukan setelah perkara di P.21 oleh Jaksa peneliti berkas perkara pada Kejati Sulsel dan akhirnya penyidik Polda Sulsel resmi menyerahkan para tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan dan pemasangan pipa PVC di Satuan Kerja (Satker) Sarana Pengolahan Air Minum (SPAM) Sulsel.
” Ketujuh tersangka tersebut saat ini berada di Kejari Makassar guna dilakukan registrasi perkara, ” jelas Salahuddin, Rabu 8 Februari.
Lanjutnya, penahanan ke tujuh tersangka langsung dilakukan penahanan Oleh JPU pada Kejari Makassar setelah mempertimbangkan syarat subjektif dan objektif sesuai ketentuan dalam hukum acara pidana.
Diketahui dalam beberapa kesempatan sebelumnya, tim penyidik Polda telah menyita uang kerugian negara, sebesar Rp2 miliar dari tangan para tersangka.
Diketahui, proyek tersebut dikerjakan dengan menggunakan dana, dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp3,7 miliar. Dimana KPA diduga dengan sengaja melaksanakan pekerjaan peningkatan, pengelolaan serta pengembangan air minum.
Dengan melakukan pengadaan dan pemasangan pipa PVC di 10 Kabupaten, wilayah Provinsi Sulsel tanpa melalui proses tender lelang terbuka, melainkan anggaran tersebut justru dibagi-bagi menjadi paket proyek kecil, dengan sistem penunjukan langsung terhadap perusahaan sebagai penyedia.
Namun pekerjaan tersebut tidak dilaksanakn sesuai dengan, Surat Perintah Kerja (SPK), dengan modus rekanan yang ditunjuk hanyalah sebagai pelengkap administrasi, untuk kelengkapan pencairan anggaran tersebut. Akibat perbuatan tersangka dalam dalam kasus ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.466.863636, berdasarkan hasil temuan serta audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. (ang/abd)