Oleh: Muhammad Alfian Nur Azimi
(Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Makassar)
Di zaman modern ini sudah banyak bentuk kasus-kasus yang terjadi, mulai dari kasus ringan, kasus sedang, hingga kasus yang tergolong sebagai kasus yang berat. Biasanya suatu kasus muncul karena adanya sebuah permasalahan, konflik, ataupun tindak kriminal karena kesenjangan sosial. Bentuk pelanggaran yang biasanya terjadi di lingkup masyarakat adalah kasus pencurian, penculikan, perampokan, pembegalan, penganiayaan, pemerkosaan, dan masih banyak lagi.
Berbicara masalah kasus kejahatan, tidak terlepas dari namanya hukuman, dalam pembahasan ini akan membahas tentang hukuman berat. Hukuman berat adalah hukuman yang diberikan atau dijatuhkan kepada para pelaku tindak kriminal berat. Hukuman berat ada dua macam yaitu hukuman penjara seumur hidup dan hukuman mati. Kedua hukuman ini dianggap sebagai hukuman berat karena mempunyai efek jerah yang signifikan. Adapun tindak kriminal yang termasuk dalam kejahatan golongan berat yaitu kasus pembunuhan, kasus pengedaran dan penggunaan narkotika, tindak terorisme, kejahatan perang, dan korupsi. Kasus ini dijatuhi ancaman penjara seumur hidup, ataupun hukuman mati.
Dalam perkara penjatuhan hukuman berat, banyak pendapat yang telah dikemukakan. Ahli Sosiologi yaitu Roberto Robert menilai bahwa hukuman mati (berat) dianggap tidak mampu menjadi solusi atas tinggi dan maraknya kejahatan kriminal yang terjadi. Menurut para ahli Sosiologi lain, hukuman mati hanya akan menjadi bentuk kekerasan yang dilakukan negara dan akan menular kepada masyarakat pula.
Di Indonesia, penjatuhan hukuman berat itu tidak serta merta dilaksanakan kepada para pelaku kejahatan kriminal berat. Penjatuhan hukuman berat harus melalui proses yang signifikan dan teliti, serta penanganan dan perhatian yang serius demi terwujudnya keadilan yang diinginkan. Akan tetapi, tidak banyak juga kasus yang di tangani dengan cepat karena kejahatan yang diperbuat sudah tergolong kejahatan yang berat dan tidak dapat dianulir lagi.
Mengenai masalah hukuman berat atau hukuman mati, tidak lepas dari yang disebut HAM. HAM adalah singkatan dari “Hak Asasi Manusia” dan sebuah konsep hukum yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. HAM berlaku kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja, sehingga sifatnya universal. HAM sangat menentang adanya hukuman tersebut lantaran hukuman tersebut dianggap sangat keji, menginjak martabat manusia, serta merampas hak hidup dari manusia.
Hukuman mati sudah menjadi kontroversi sejak lama, banyak pakar-pakar hukum yang telah menanggapi hal ini terkait dengan kontroversi tersebut. Pakar Hukum Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH berpendapat, penerapan hukuman mati di Indonesia masih relevan dan tidak perlu dihapuskan karena hukuman tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM), yakni untuk melindungi masyarakat luas. “Jadi penerapan hukuman mati itu masih tetap diperlukan dan sampai sekarang masih tercantum dalam hukum positif Indonesia,” ujar beliau.
HAM sangat melarang hukuman mati, tapi masih banyak negara atau sistem hukum yang menerapkan perihal hukuman tersebut. Contohnya ada di Indonesia, hukuman mati di Indonesia masih di terapkan, lantaran masih dianggap efisien dan memberikan efek jera yang signifikan. Akan tetapi, Indonesia tetap menjunjung tinggi HAM, hal ini tertulis dalam Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan juga dalam perkembangan amandemen Undang-undang 1945 yang ke-2 dari pasal 28A-28J yang membahas tentang Hak Asasi Manusia. Hal inilah yang menjadi landasan dan bukti bahwa Indonesia masih menerapkan dan menghormati HAM.
Berbagai pihak menyatakan bahwa hukuman mati (berat) itu melanggar HAM, serta bentuk perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan manusia. Adapun pihak yang setuju mengenai hukuman tersebut mereka menyatakan bahwa hukuman mati perlu karena hukuman tersebut dianggap sebagai cara untuk melindungi masyarakat dari tindak kejahatan yang berulang.
Perbedaan pandangan terhadap HAM juga terjadi di Negara Timur dan Negara Barat. Negara Timur memaknai HAM itu bersifat Theosentris. Sedangkan Barat memandang HAM hanya bersifat Antroposentris. Hal Inilah yang membuat perbedaan keduanya menjadi signifikan, akibat paham dan pendapat yang berbeda, maka akan muncul konflik dan akan menimbulkan perpecahan antar kedua negara tersebut.
Menurut kami, hukuman berat masih relevan untuk diterapkan. Akan tetapi, penegakan hukuman berat harus disesuaikan dengan kejahatan dari para pelaku, karena masih banyak kasus-kasus yang bersifat serius akan tetapi penanganan dan hukuman yang di berikan kepada para terdakwa itu kurang. Hal inilah yang akan memicu perbedaan pendapat dan ujung-ujungnya adalah perpecahan. Penegakan hukum harus di laksanakan secara adil dan merata kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Dengan demikian, tidak akan ada perbedaan pendapat dan opini yang dapat menyanggah putusan hakim yang berlaku. Sehingga dalam hal ini hakim memiliki peran penting baik sosial maupun pribadi, karena hakim yang secara pribadi tidak mempunyai nilai-nilai pancasila yang ia terapkan dalam dirinya maka akan memicu pada profesionalismenya sehingga tidak sedikit hakim keputusannya dikontrol oleh uang-uang para petinggi sehingga hubungan sosialnya harus dipilah. (*)