JAKARTA, PIJARNEWS. COM– Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan pembekalan terhadap Petugas Imigrasi Pembina Desa (Pimpasa), yang resmi terbentuk pada Senin (04/11/2024) lalu. Pembekalan ini dilakukan melalui Rapat Koordinasi Pimpasa yang digelar pada Selasa (05/11/2024), diikuti oleh 146 personel Pimpasa. Mereka menerima materi-materi penting terkait permasalahan sosial dan tindak kejahatan yang sering terjadi terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Beberapa narasumber dalam kegiatan tersebut berasal dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Bareskrim Polri, serta Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, dalam kesempatan tersebut meminta agar Pimpasa dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal, Imigrasi perlu memfasilitasi pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
“Langkah pertama yang kami lakukan adalah bersinergi dengan instansi terkait seperti BP2MI dan Polri. Sebelum memberikan edukasi keimigrasian, penting bagi Pimpasa untuk memahami konteks sosial di desa-desa yang akan dibinanya,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, narasumber dari Bareskrim Polri, AKP Roy Suganda Putra Sinurat, S.Trk, S.I.K, M.H, berfokus pada penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia, yang diatur oleh Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 49 Tahun 2023.
“TPPO mencakup unsur proses, cara, dan tujuan eksploitasi, yang bisa meliputi perekrutan, pengangkutan, dan pemanfaatan korban untuk berbagai bentuk eksploitasi, seperti praktik prostitusi, kerja paksa, hingga perdagangan organ tubuh,” ujarnya.
Ia juga menguraikan faktor-faktor penyebab TPPO di Indonesia, seperti faktor ekonomi, geografis, hingga sosial-budaya. “Rendahnya kesadaran masyarakat, penggunaan akun palsu untuk perekrutan online, serta perbedaan persepsi hukum antarnegara menjadi tantangan utama dalam menangani TPPO. Polri menerapkan strategi sosialisasi dan peningkatan patroli di daerah rawan kejahatan untuk menanggulangi hal ini,” tambahnya.
Narasumber dari BP2MI, Brigjen Pol. Dayan I.V. Blegur, S.I.K, M.H., menerangkan upaya perlindungan terhadap PMI yang dilaksanakan berdasarkan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Beberapa tantangan yang dihadapi PMI antara lain stigma negatif, penempatan ilegal oleh oknum tak bertanggung jawab, serta lilitan hutang dengan bunga pinjaman yang tinggi. Untuk mengatasi tantangan tersebut, BP2MI memberikan berbagai program, seperti menciptakan komunitas relawan serta mendorong wirausaha di kalangan PMI dan keluarganya melalui akses permodalan, pelatihan, dan konsultasi.
Sementara itu, Brigjen Pol. M. Rudy Syafirudin, S.I.K, S.H, dari Bhabinkamtibmas menyebutkan, bahwa Bhabinkamtibmas bertugas menjaga ketertiban masyarakat melalui kemitraan dengan masyarakat, khususnya perangkat desa.
“Kami juga membangun komunitas yang berdaya dan mencegah gangguan keamanan. Bhabinkamtibmas secara berkelanjutan melaksanakan kegiatan seperti sambang atau kunjungan ke warga, deteksi dini untuk memahami dinamika masyarakat, serta problem solving untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat binaan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Intelijen Keimigrasian, Anom Wibowo, mengatakan bahwa proses konsolidasi masyarakat di desa binaan Imigrasi tidak terlepas dari sinergi dengan instansi terkait.
“Pimpasa memegang peranan penting sebagai penghubung antara ketiga instansi yang terlibat dalam kegiatan ini. Melalui program ini, kami memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan perdagangan orang dan penyelundupan manusia dari sisi keimigrasian. Pimpasa juga berfungsi sebagai early warning system, di mana petugas mengumpulkan informasi dan masukan dari masyarakat terkait isu-isu keimigrasian,” pungkasnya.