OPINI — Penerapan sistem Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi dosen di lingkungan perguruan tinggi negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) menimbulkan sejumlah pertanyaan dan kekhawatiran, terutama terkait dengan jenjang karier dan kesempatan untuk tugas belajar.
Dosen PPPK, meskipun memiliki peran yang sama pentingnya dengan Dosen PNS dalam proses pendidikan tinggi, seringkali dihadapkan pada ketidakpastian terkait pengembangan karier dan peningkatan kompetensi melalui tugas belajar. Hal ini menjadi sorotan karena dapat memengaruhi kualitas pendidikan tinggi secara keseluruhan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengatur tentang dua jenis pegawai, yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK. Dalam Pasal 1 angka 3, PPPK didefinisikan sebagai pegawai yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Namun, UU ini tidak secara spesifik mengatur tentang jenjang karier dan hak tugas belajar bagi dosen PPPK. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan dalam implementasinya, terutama dalam konteks dosen yang membutuhkan pengembangan karier dan peningkatan kompetensi.
Sementara itu, di lain sisi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen lebih fokus pada pengaturan karier dan hak-hak dosen, termasuk hak untuk mengembangkan diri melalui tugas belajar. Pasal 49 UU ini menyatakan bahwa dosen memiliki hak untuk memperoleh kesempatan meningkatkan kompetensi, antara lain melalui tugas belajar. Namun, UU ini tidak secara eksplisit membedakan antara dosen PNS dan dosen PPPK, sehingga menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda dalam implementasinya.
Menurut penulis, dengan melakukan pendekatan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, maka sebenarnya UU ASN hanya mengatur secara eksplisit status kepegawaian Dosen yakni PNS dan PPPK. Namun untuk jenjang karier dan hak-hak dosen harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sebagaimana asas hukum lex specialis derogat legi generaly (Hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum).
Oleh karena itu Dosen PPPK tidak boleh disamakan dengan PPPK lainnya.
Dosen PPPK memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dengan PPPK di sektor lain, seperti tenaga kesehatan atau tenaga teknis. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan yang bertugas mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Pasal 1 UU Guru dan Dosen). Oleh karena itu, dosen PPPK tidak bisa disamakan dengan PPPK lainnya yang mungkin memiliki tugas lebih bersifat administratif atau teknis.
Dosen membutuhkan pengembangan karier yang jelas dan kesempatan untuk meningkatkan kompetensi melalui tugas belajar. Tanpa jenjang karier dan hak tugas belajar, dosen PPPK akan kesulitan memenuhi tuntutan profesionalisme dan pengembangan ilmu pengetahuan yang terus berkembang. Hal ini dapat berdampak pada kualitas pendidikan tinggi dan daya saing perguruan tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
Ketidakjelasan regulasi mengenai jenjang karier dan tugas belajar bagi dosen PPPK dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian bagi para dosen tersebut. Dosen PPPK, yang memiliki tanggung jawab yang sama dalam mendidik mahasiswa, seharusnya memiliki hak yang setara dalam hal pengembangan karier dan peningkatan kompetensi. Namun, dalam praktiknya, dosen PPPK seringkali tidak memiliki akses yang sama terhadap program tugas belajar atau jenjang karier yang jelas seperti yang dimiliki oleh dosen PNS.
Sangat tidak adil yang terjadi saat ini, dimana beberapa dosen yang sebelum menjadi dosen PPPK jabatan akademiknya sudah Lektor, namun setelah lulus menjadi dosen PPPK harus turun jabatan akademiknya ke Asisten Ahli. Selain mengebiri hak-hak dosen juga mengabaikan segala pengabdian yang telah dilaksanakan dosen yang bersangkutan pada awal kariernya sebagai dosen. Bukan hanya itu, setelah lulus menjadi dosen PPPK kesempatan untuk mengusulkan kenaikan jabatan akademik atau jabatan fungsional dosen tertutup rapat. Karena ruang yang diberikan bagi dosen PPPK yang ingin naik level ke jabatan akademik yang lebih tinggi harus mendaftar lagi pada formasi dosen PPPK lektor.
Sementara itu yang paling dirugikan jika para dosen PPPK yang sebelumnya sudah lektor dan harus turun ke asisten ahli adalah Perguruan Tinggi. Karena jabatan akademik dosen tetap program studi sangat berpengaruh terhadap akreditasi program studi dan perguruan tinggi. Sangat tidak adil rasanya jika Jabatan Akademik Dosen PPPK diakui untuk kepentingan akreditasi, akan tetapi untuk kenaikan jabatan akademik dosen PPPK tidak diberikan kesempatan sama sekali.
Selain itu, status PPPK yang bersifat kontrak dan tidak permanen dapat menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas pekerjaan. Hal ini dapat mengurangi motivasi dosen PPPK untuk berinvestasi dalam pengembangan diri dan karier jangka panjang. Oleh karena itu pemerintah perlu mengeluarkan peraturan turunan yang lebih jelas dan rinci mengenai hak dan kewajiban dosen PPPK, termasuk dalam hal jenjang karier dan tugas belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah No.49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK atau dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang khusus mengatur tentang dosen PPPK. Dosen PPPK seharusnya memiliki hak yang setara dengan dosen PNS dalam hal pengembangan karier dan peningkatan kompetensi.
Hal ini penting untuk menjaga kualitas pendidikan tinggi dan memastikan bahwa semua dosen, terlepas dari status kepegawaiannya, dapat berkontribusi secara maksimal.
Pemerintah melalui Menpan RB, BKN dan institusi pendidikan perlu meningkatkan transparansi dan komunikasi mengenai hak dan kewajiban dosen PPPK. Hal ini dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan motivasi serta kinerja dosen PPPK. Dosen PPPK perlu diakui sebagai kelompok khusus yang memiliki kebutuhan dan tanggung jawab yang berbeda dengan PPPK di sektor lain. Regulasi yang mengatur dosen PPPK harus mempertimbangkan karakteristik dan tuntutan profesi dosen, termasuk hak untuk mengembangkan karier dan kompetensi. Dan itu cukup menambahkan atau mencantumkan pasal yang berbunyi “Ketentuan mengenai jenjang karier dan peningkatan kompetensi dosen PPPK berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”.
Dosen PPPK tanpa jenjang karier dan tugas belajar merupakan isu yang perlu segera ditangani untuk memastikan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dosen PPPK tidak boleh disamakan dengan PPPK lainnya karena peran dan tanggung jawabnya yang unik dalam dunia pendidikan tinggi. Dengan memperjelas dasar hukum dan memberikan hak yang setara, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang adil dan mendukung bagi semua dosen, baik PNS maupun PPPK. (*)
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.