Gerimis tak saja menawarkan basah dan dingin, sesekali sesuatu yang hangat. Bahkan sangat hangat.
Dan kemarin, saya di pertemukan dengan gerimis yang hangat dan penuh gairah itu. Tempatnya tak lebih 1 kilometer dari Bosowa. Sedikit menjorok ke selatan, melintasi jalan berangkal tanah merah.
Ini sesungguhnya ikhtiar berbulan silam. Pelakunya Codding Marusu. Di awal desember 2016, dia memposting berita yg perih tentang sebuah rumah berluasan 4×5 meter dengan penghuni sejumlah 1 tim sepakbola. Sepasang suami istri dengan 9 orang anak. Saya fikir, kepala siapapun tak akan cukup untuk menelaah bagaimana para penghuni rumah itu berbagi ruang.
Dan niat baik senantiasa punya penyambut. Armin Maudu dengan TKSP-BT menjadikannya agenda primer. Tim sosial itu bekerja cepat dan lugas. Mereka dengan gigih melobby siapa saja untuk turut berbaur. Dan hasilnya adalah sebuah gerimis yang penuh kegembiraan.
Setumpuk batu putih, berkubik-kubik abu batu juga semen telah tiba. Ujungnya adalah doa yang lengkap dengan beberapa tandang pisang dan beberapa piring onde-onde. Posi’ bola diletakkan dengan sungguh-sungguh.
Wajah pak Kasi dan Bu Ani sumringah, tentu yang mereka bayangkan adalah sepetak hunian yang lebih manusiawi. Pondasinya sudah di mulai. Harapannya tak lama lagi itu akan terealisasi, sebuah rumah baru berukuran 8×10 meter lengkap dengan kandang berisi beberapa ekor ayam.
Saya menuliskan ulang kabar ini, pertama sebagai bentuk apresiasi terhadap kinerja anakmuda baik seperti Codding, Armin, Erwin lengkap sengan TKSP-BT. Juga tentu saja kak Makmur, sosok kepala desa yang sangat mensupport. Pula pada pak Nur Alang dan Bosowa yang turut mengambil bahagian besar beban keluarga pak Kasi. Dan begitulah semestinya sebuah perusahaan, menjaring keuntungan tapi tak alpa memberi orang sekitarnya senyuman.
Kedua, sebagai pengingat ke siapa saja bahwa bahan yang terhampar di tempat rumah itu akan di bangun, sementara hanya cukup untuk pondasi saja. Menyisihkan pembeli 2-3 gelas kopi kita akan semakin mempercepat kesebelas calon penghuni rumah itu merafalkan doa baik bagi siapa saja yang turut membuat rumah itu jadi kenyataan.
Ketiga, akhirnya saya makin percaya saja, kata gotong royong bukan mahluk aneh yang hanya ada di kamus. Hari ini dia muncul dalam bentuk yang sebenar-benarnya.
Keempat, masihkah kita tega terbahak di meja warung kopi, sementara tak cukup 20 kilometer dari tempat kita, ada sepasang suami istri dan 9 orang anaknya berharap bisa punya tempat istirahat yang layak.
Meski hanya sebagai pelengkap saja. Saya terharu dan bangga ada di tengah gerimis yg hangat itu. (*)
Wawan Mattaliu
(Anggota DPRD Sulsel)