PAREPARE, PIJARNEWS.COM – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Puteri (KOPRI) Pengurus Cabang (PC) PMII Kota Parepare menghadirkan aktivis perempuan Sulawesi Selatan (Sulsel) Husaimah Husain pada Dialog Interaktif dan Launching Ruang Aman Perempuan Parepare (RAPER) di Aula Serbaguna IAIN Parepare, Senin (20/3/2023).
Aktivis perempuan yang akrab disapa Ema Husain tersebut hadir sebagai pemateri pada dialog dengan tema utama “Problematika Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dan Anak Kota Parepare”.
Wakil Ketua Bidang Perlindungan Perempuan, Anak & Disabilitas DPC PERADI Makassar itu mengurai dalam UU TPKS pasal 1 bentuk-bentuk kekerasan seksual diantaranya, pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Lebih lanjut, dia memaparkan 10 poin dalam UU TPKS adalah, semua perilaku pelecehan seksual termasuk kekerasan seksual, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan denda dan pidana terhadap pemaksaan hubungan seksual, pidana penjara atau denda untuk tindak pemaksaan perkawinan, terdapat pidana tambahan untuk pelaku kekerasan seksual, ancaman pidana dan denda untuk korporasi yang melakukan TPKS, keterangan saksi/korban dan satu alat bukti cukup untuk menentukan terdakwa, korban memiliki hak untuk mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan Korban berhak atas pendampingan, tidak bisa menggunakan pendekatan restorative justice.
Ema sendiri mengapresiasi gerakan launching RAPER yang diinisiasi oleh KOPRI PMII Parepare. Dia berharap, ke depannya RAPER akan terus bergerak, tidak hanya melakukan pendampingan terhadap kasus-kasus perempuan tapi lebih khusus adalah membangun proses edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pencegahan kekerasan seksual baik di ranah kampus, pendidikan maupun di ruang-ruang publik.
“Gerakan RAPER ini harus di apresiasi dan saya mengapresiasi sepenuhnya serta memberikan dukungan kepada adik-adik kita yang masih muda dan mau memikirkan satu isu yang cukup rumit untuk kita pelajari atau untuk kita tangani secara bersamaan,” ujar Ema.
Ia pun mendorong agar RAPER terus bergerak. “Paling penting secepatnya membuat strategi planning untuk mengetahui seperti apa nantinya kita bekerja. Mulai dari apa, kalau kita punya program kerja yang mana bisa kita kolaborasi tanpa harus mengeluarkan bujet kita bermitra dan bekerjasama dengan pemerintah maupun aparat hukum yang dalam hal ini kepolisian atau kejaksaan,” jelas Ema. (why)