KHAZANAH, PIJARNEWS.COM–Al-Qarafi merupakan salah satu ahli hukum Islam bermazhab Maliki. Di masanya Al Qarafi juga dikenal sebagai ahli kalam dan teologi serta penemu teori Pelangi.
Al-Qarafi, dilahirkan di distrik Bahnasa, Mesir, sekitar 1228 M. Sejarawan Islam Haji Khalifah, mengungkap, nama Al-Qarafi berhubungan dengan nama sebuah pemakaman umum di Kota Kairo, yang pernah menjadi tempat mukimnya.
Dengan fakta itu Haji Khalifah bisa dipastikan Al-Qarafi memang berasal dari Mesir. Di sisi lain, tak banyak hal yang bisa diketahui dari kehidupan Al-Qarafi, Tempat meninggal Al-Qarafi, tak diketahui pasti. Namun, diperkirakan ia meninggal di Mesir pada 684 H atau 1285 M.
Dilansir dari Republika.co.id, Sabtu (18/7/2020), Al Qrafi memiliki banyak karya penting dalam bidang hukum Islam, antara lain, Al-Dhakhirah (The Stored Treasure), Al-Furuq (Differences), dan Nafais al-Usul (Gems of Legal Theory).
Karya lainnya, Kitab al-Ihkam fi Tamyiz al-Fatawa an al-Ahkam wa Tasarrufat al-Qadi wa’l-Imam (The Book of Perfecting the Distinction Between Legal Opinions, Judicial Decisions, and the Discretionary Actions of Judges and Caliphs).
Karya Al Qarafi memiliki pengaruh besar terhadap teori hukum islam, dimana salah satunya, Al Qarafi menggarisbawahi pentingnya aspek non hukum. Menurutnya penting menganggap pertimbangan menggunakan akal pikiran dan hati nurani dalam menentukan tindakan yang tepat dan baik.
Pemikiran tersebut ahirnya melahirkan implikasi signifikan adanya reformasi hukum di dunia Islam modern. Pandangan Al Qarafi mengenai kepentingan umum atau maslahah, dan kemampuannya menyediakan sarana mengakomodasikan perbedaan antara realitas modern dan pramodern begitu baik.
Soal teori pelangi, Al Qarafi yang memiliki nama lengkap Shihab al-Din Abu Al Abbas Ahmad Ibn Idris Al Sanhaji Al-Qarafi, mengupas dalam karyanya, Kitab Al-Istibar fi ma Tudrikuhu Al-Abhsar atau Buku Tentang Apa yang Dapat Ditangkap oleh Mata.
Buku mengenai persoalan optik itu, sebenarnya ditulis Al-Qarafi untuk menjawab lima pertanyaan Raja Sisilia, Frederick II, yang diajukan kepada Sultan Kamil Muhammad, dari Dinasti Ayyubiyah. Catatan sejarah, tak bisa mengungkapkan apakah ini sama dengan istilah yang disebut dengan Sicilian Question.
Mengutip buku Histografi Islam Kontemporer, karya cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Sultan Kamil Muhammad itu, Al-Qarafi, banyak merenung, berpikir, dan membuat sejumlah penelitian. Eksperimen pun dilakukan untuk mengurai misteri pelangi.
Akhirnya, Al-Qarafi pun menemukan jawaban. Ia tahu, bagaimana pelangi bisa muncul di angkasa setelah hujan turun dengan beragam warna, yaitu merah, kuning, dan biru. Dalam bukunya, ia menjelaskan, pelangi bisa muncul di langit karena adanya pancaran sinar matahari terhadap asap atau uap yang berada di udara.
Apa yang diungkapkan Al-Qarafi, sebenarnya sama dengan penjelasan yang disampaikan Ibnu Sina, seorang dokter dan juga ahli filsafat, kelahiran Persia. Ada pula Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang juga menguasai bidang fisika, metafisika, dan biologi, diketahui memberikan penjelasan tentang pelangi.
Meskipun pendapat munculnya pelangi sudah diungkapkan oleh para ilmuwan lain sebelumnya, tetapi dalam hal menjelaskan tentang kerangka maupun aturan timbulnya warna pelangi, pemikiran Al Qarafi benar-benar orisinal dan tidak terpengaruh oleh pemikiran ilmuwan sebelumnya. Tak heran jika ia disebut sebagai penemu asli teori pelangi.
Soal warna pelangi, Al-Qarafi menyatakan, dalam asap warna sinar matahari selalu merah seperti juga warna matahari ketika akan tenggelam dan ketika mulai muncul dan bersinar di pagi hari dengan memancarkan berkas-berkas sinarnya. Warna merah yang muncul dari matahari, terdiri atas warna sinar matahari dan warna asap.
Menurut Al-Qarafi, kabut merupakan bagian asap yang sangat tebal dan kemudian berubah menjadi batu di tempat-tempat yang sangat tinggi dan sangat dingin. Tetapi, pada daerah-daerah yang lebih rendah dan daerah-daerah yang sangat jauh dari kawasan yang begitu dingin, kabut muncul dari Bumi akibat panasnya perut Bumi.
Asap kabut yang muncul dari Bumi tersebut berwarna hampir hitam atau kadang-kadang muncul berwarna biru langit, tetapi sangat jarang muncul dengan warna putih tanpa warna biru. Warna setelah merah adalah warna hitam. Sudah menjadi ketentuan bahwa jika warna hitam dicampur dengan warna merah, maka yang akan muncul adalah warna kuning.
Karena itulah, warna pelangi menjadi merah, kuning, biru langit, dan warna-warna murni lainnya. Al-Qarafi mengatakan, terdapat dua macam warna pelangi, yaitu warna asap dan warna matahari, serta warna pelangi yang tersusun dari kedua unsur itu. Penjelasannya tentang warna pelangi didasarkan pada prinsip keempat pada awal bukunya.
Al-Qarafi juga menyimpulkan bahwa warna cermin tak memantulkan kembali warna-warna asli sepenuhnya dari objek yang dipantulkannya. Ini merupakan hasil eksperimen maupun penelitian yang telah dilakukannya sekian lama. Warna citra yang dipantulkan cermin tersebut merupakan warna yang muncul antara warna objek dan cermin itu sendiri.
Penjelasan lain yang benar-benar berasal dari pemikiran Al-Qarafi, yaitu mengenai pertanyaan mengapa pelangi hanya muncul pada waktu-waktu tertentu. Pelangi, tak muncul setiap hari. Menurut dia, pelangi tak muncul setiap waktu karena tidak adanya bukit maupun awan mendung di balik partikel-partikel kabut.
Penyebab lainnya adalah kepekatan awan dari mana pelangi terbentuk. Partikel-partikel dalam keadaan yang amat pekat menjadi tidak tembus cahaya, tidak seperti cermin. Aristoteles, sebenarnya juga pernah menjelaskan tentang hal yang sama. Namun, penjelasan itu tak spesifik dan lengkap seperti penjelasan yang diajukan Al-Qarafi.
Dengan demikian, sejumlah kalangan menilai bahwa penjelasan Al-Qarafi tentang pelangi dianggap paling memuaskan dibandingkan penjelasan para ilmuwan lain. Sejumlah ilmuwan lain yang pernah menjelaskan tentang pelangi, di antaranya Seneca, Theodororius of Frieberg, Roger Bacon, dan Ibnu Rusyd.
Selain itu, teori Al-Qarafi tentang pelangi menjadi pijakan bagi penyelidikan tentang pelangi pada masa-masa berikutnya.