OPINI — “Apabila riba dan zina sudah merajalela di suatu negeri, maka mereka telah menghalalkan dirinya untuk menerima azab Allah.” – HR. Al-Hakim –
Kasus demi kasus prostitusi artis terkuak. Ada yang salah dalam penanganan prostitusi artis yang terjadi di negeri ini.
Bukannya zero prostitusi yang terjadi justru prostitusi kian meningkat seakan-akan para artis berlomba-lomba mendapatkan ‘job’ tak halal tersebut. Lantas ada apa sebenarnya?
Apalagi dengan melihat hadis di atas membuat kita tentu merasa takut dan was-was jika dengan maraknya prostitusi ini akan semakin memperlama azab berupa pandemi Covid-19 sekarang.
Menanggapi banyaknya artis yang kedapatan mendapat ‘job’ nakal, Komnas Perempuan berpendapat selebritis dalam kasus-kasus prostitusi artis tersebut merupakan korban perdagangan orang.
Mereka pun akhirnya hanya ditetapkan sebagai saksi. Namun, pakar hukum pidana tidak setuju bila seleb dalam prostitusi artis dikatakan sebagai korban.
Dalam teori hukum pidana, ada istilah willen (kehendak) dan witten (menginsyafi/kesadaran). Hibnu mempertanyakan kembali perihal posisi para artis yang terlibat prostitusi. Sebagai manusia dewasa, si artis diasumsikannya berkehendak dan sadar akan kondisi prostitusi.
Ada Pasal 55 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni mengenai penyertaan dalam tindak pidana. Bila pasal yang dikenakan untuk muncikari artis adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka artis yang dengan sadar ikut serta dalam pidana perdagangan orang bisa saja kena Pasal 55 KUHP.
Selain itu, bisa pula si artis menjadi korban yang turut berpartisipasi lantaran si artis sadar dan menghendaki perdagangan orang. Sudah ada sederet selebritis yang mengalami isu prostitusi artis.
Merebaknya kasus prostitusi artis pada dasarnya bukanlah hal baru. Melihat geliat prostitusi artis yang semakin hari kian subur, sudah seharusnya menggerakkan diri kaum Muslimin untuk memikirkan mengapa kasus demi kasus prostitusi online terus terjadi?