Jika ditelisik, tujuan para PSK menjual diri mulai dari sekadar masalah memenuhi kebutuhan hidup hingga menjadi gaya hidup.
Untuk para PSK dengan bayaran murah tak sedikit yang beralasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, berbeda dengan public figure yang tertangkap maupun yang tidak tertangkap basah menjajakan dirinya melalui peran mucikari/managemen.
Justru untuk memenuhi gaya hidup yang tidak murahlah yang mendorong mereka untuk melakukan hal yang Allah haramkan tersebut.
Gaya hidup hedonis menjadikan para public figure berbuat dan bertingkah laku sesuka mereka. Sebab, suasana kehidupan kini menjauhkan Allah sebagai Sang Khalik dan Pengatur kehidupan hanya berada di koridor ibadah.
Agama tidak boleh masuk ke ranah kehidupan umum apalagi mengatur kehidupan bernegara. Walhasil, setiap manusia hidup dengan konsep sesat dan menyesatkan dengan sebutan kebebasan individu.
Tidak cukup sampai situ, kehidupan sekuler pun menanamkan ke individu-individu masyarakat bahwa tolak ukur sebuah kebahagiaan adalah materi semata. Sehingga gaya hidup hedonis-matrealistik mewarnai benak seorang Muslim hingga lepaslah visi kemusliman yang ada pada diri mereka.
Maraknya problem prostitusi artis juga disebabkan sistem sanksi yang tak mampu memberikan efek jera pada pelaku.
Bagaimana mau jera jika mereka hanya dijadikan saksi dan bahkan hanya sekadar korban? Bahkan sebagaimana fakta di atas, kalau pun ingin dijerat belum ada hukum atau pasal yang mengatur kejahatan berupa prostitusi. Ironis!
Padahal sejatinya, tujuan adanya hukum dan sistem sanksi ialah demi mengurangi tingkat kriminalitas, kejahatan, dan kemaksiatan. Sehingga sebuah sanksi harus memberikan efek jera.
Ketika tujuan itu tidak tercapai, wajarlah jika kasus demi kasus akan terus bermunculan dan justru akan menjadi pemantik bagi generasi setelahnya untuk menjadi para pelaku di kemudian hari. Dan inilah yang terjadi sekarang.
Besarnya bayaran untuk kalangan prostitusi artis sangat menggiurkan pun ditambah tidak ada hukum yang melarang. Maka, prostitusi artis pun menjadi momok yang tidak akan pernah hilang dan terselesaikan.
Apabila sistem kehidupan dan sanksi yang diadopsi negeri inilah yang menjadi ujung pangkal permasalahan prostitusi artis, maka sudah seharusnya negeri ini berbenah jika ingin serius memberantas dan memberangus bisnis penuh kemurkaan Allah ini.
Jangan lagi membiarkan negeri ini sakit akibat azab yang Allah timpakan karena membiarkan riba dan zina merajalela.
Islam Mampu Menjawab Tantangan Zero Prostitusi
Ketika negeri ini sakit akibat sistem yang dianut, sehingga dibutuhkan solusi sistemik pula untuk menyembuhkannya. Inilah Islam, sebagai agama sekaligus sistem kehidupan yang bersumber dari Sang Pencipta. Islam sebagai agama yang sempurna dan menyempurnakan agama yang lain, hadir untuk menjawab tantangan zaman.
Pertama, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok. Hal-hal yang termasuk kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, dan papan.
Ketiga hal ini wajib dipenuhi oleh seorang ayah maupun suami, sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur’an:
Kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang makruf. (TQS. Al Baqarah : 233)
Tempatlah mereka (para istri) di tempat tinggal kalian, sesuai dengan kemampuan kalian. (TQS. Ath Thalaq : 6)
Dalil As-Sunnah, Ibnu Majah meriwayatkan hadis dari Abi Al-Ahwash ra. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ingatlah, bahwa hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan.” (HR. Ibnu Majah).
Ketika ayah atau suami tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan primer ini, maka syariat Islam telah merincikan tata cara membantu memenuhi kebutuhan keluarga tersebut.
Mulai dari kerabat terdekat yang memiliki hubungan waris. Di mana pewaris yang dimaksud ialah siapa saja yang berhak mendapatkan warisan. Apabila ia tidak mempunyai sanak saudara maupun kerabat maka kewajiban memenuhi kebutuhan nafkah tersebut jatuh kepada negara. Disinilah peran Baitulmal, pada pos zakat.
Sebagaimana sabda Rasul saw, “Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu menjadi hak para ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan ‘kalla’, maka ia menjadi kewajiban kami” (HR. Muslim).
Maksud “kalla” yaitu orang yang lemah, yang tidak mempunyai anak maupun orang tua (sebatang kara).
Selain itu, negara wajib memberikan jaminan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Sehingga tak akan didapati seorang pun hidup miskin pada masa penerapan Islam.
Tidak cukup sampai di situ, negara juga wajib membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya demi memudahkan ayah maupun suami untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Kedua, Islam mewajibkan negara untuk menjaga kehormatan diri maupun agama seseorang. Sehingga negara wajib menjaga konten-konten di media cetak maupun elektronik agar terhindar dari hal-hal berbau pornografi dan pornoaksi.
Ketiga, Islam mewajibkan kurikulum pendidikan berlandaskan akidah Islam sehingga terbentuk kepribadian Islam pada diri-diri kaum Muslimin. Inilah yang akan menjadi benteng mereka dalam menghadapi godaan duniawi.
Terakhir, Islam memiliki standar hukum yang jelas dan mampu menjerakan. Ketika pezina laki-laki dan perempuan belum menikah, maka ia akan dijilid dengan 100 kali cambukan kemudian diasingkan selama setahun keluar dari kota yang telah ia diami.
Apabila sudah menikah, ia dihukum rajam hingga mati. Dan hukum ini tidak hanya mampu menjerakan namun juga sebagai penebus dosa pelaku dan pencegah bagi kaum Muslimin yang lain. Walhasil, zero prostitusi di dalam Islam bukanlah hal yang mustahil. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)