Kematian adalah sebuah akhir riwayat tiap manusia di dunia, cinta adalah sebuah penggerak dalam kehidupan manusia, dan tangis, adalah ekspresi terdalam saya yang muncul ketika mengingat tentang kematian.
Sebelumnya, saya minta izin untuk menulis pengalaman pribadi di sini. Entah mengapa saya merasa perlu membaginya kepada orang lain. Ini sebuah pengalaman imajinatif yang emosional, penuh rasa kemanusiaan, serta tragedi kemanusian, maka mohon izinkanlah.
Entah kenapa setiap saat memandangi garis pantai yang membentang luas, ingatan saya seakan membawaku pada dua tragedi kemanusian yang pernah terjadi di perairan laut Sulawesi, yakni peristiwa jatuhnya pesawat Adam Air, serta tenggelamnya KM. Teratai Prima, dimana pada dua peristiwa kecelakaan moda transportasi massal itu, merenggut ratusan nyawa yang sia-sia. Ingatan itu terlintas kembali ketika saya beserta sejumlah sahabat dan kerabat, tengah menikmati liburan panjang di pantai Ammani, Pinrang, Sabtu 29 April 2017.
Ingatan saya pun tertuju ketika saya diminta untuk menyampaikan kabar duka tersebut melalui siaran radio Elshinta Jakarta dan Radio BBC London siaran Indonesia kala itu. Sebagai seorang jurnalis, kami tentu diwajibkan untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber termasuk pada keluarga penumpang, cerita mereka pun hampir bergam, ada yang mengingat sang cucu yang baru saja berulang tahun, namun ikut menjadi korban dalam peristiwa naas itu, ada juga yang terpksa kehilangan istri tercinta dalam kondisi hamil, dan beberapa orang terdekat mereka lainnya. Pengalaman ini tentu mengigatkan kita pada sebuah ayat “Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati (Surat Ali `Imran: 185).
Kalaulah kita merenungkan kehadiran kita di muka bumi ini, lalu mencoba mengaskan Ke-esaan serta kebesaran Ilahi, maka tentulah tetap kita berlandas pada keyakinan spritual kita tentang segala yang dikehendaki-Nya adalah pasti, dan di mana di dua peristiwa kecelakaan transportasi itu tadi adalah segala kehendak-Nya yang maha itu.
Tentu kita harus sadari tentang makna dari segala tanda dan isyarat lewat alam, peristiwa, dan kejadian, bahwa begitu besar karunia Tuhan pada manusia yang diberi akal pikiran dan nurani dalam dirinya. Kenapa tidak? Karena perpaduan itulah yang membedakan manusia dan makhluk lainnya.
Yang pasti, perenungan yang terlintas pada diri saya dan yang saya dapatkan, bukanlah sekedar gelitik, tapi mempertajam keyakinan kita bahwa segala yang hidup itu pasti akan mati, dan itu sudah ditentukan oleh kehendak-Nya! Dan itu pasti! Sangat pasti! (*)
Abdillah MS
(Ketua Perhimpunan Jurnalis Ajatappareng – PIJAR)
(Pemimpin Redaksi PIJARNEWS.COM)