Oleh : Sunarti
ESAI — Penghujung tahun 2019 menjadi momok yang mengerikan bagi seluruh penduduk bumi. Bagaimana tidak, sebuah virus menyebar ke seluruh pelosok bumi dan menyerang siapa saja. Virus yang diklaim sebagi corona virus disease (Covid-19), muncul pertama kali di Kota Wuhan, Cina. Hingga, 2 Maret lalu telah menjangkit ke nusantara.
Covid-19 ini menyebabkan segala aktivitas mulai terhambat. Berbagai kebijakan mulai diterapkan oleh pemerintah sebagai upaya untuk memotong rantai penyebaran Covid-19 ini. Salah satunya adalah Work From Home, hanya saja masih ada segelintir pejuang rupiah yang harus melakukan aktivitas di luar rumah. Bekerja dari rumah adalah cara efektif untuk tetap beraktivitas meski hanya bersua di layar kaca.
Pun halnya dengan mahasiswa yang harus menjalani kuliah daring atau kuliah online.
Kuliah online ini mulai diterapkan sejak 16 Maret 2019 di IAIN Parepare dan beberapa perguruan tinggi lainnya. Sehingga segala aktivitas akademik sebagian besar dilakukan via online. Awal diterapkan kuliah online ini membuat sebagian besar mahasiswa bersorak-ria, karena bisa kuliah sambil rebahan. Selain itu, juga membuat semua civitas akademik menjadi melek teknologi. Jika selama ini, proses belajar mengajar hanya seputar presentasi secara tatap muka. Maka, proses mengajar kali ini mulai memanfaatkan kecanggihan teknologi.
Generasi milenial tentu merasa senang dengan keputusan tersebut. Namun, kuliah online tidak se menyenangkan di awal dan tidak sesuai dengan ekspektasi kaum rebahan yang bisa berkuliah dengan santai. Nyatanya, semua itu hanya fatamorgana dan ilusi semata. Kemudian, banyak yang dikeluhkan mahasiswa. Mulai dari tugas seabrek, kondisi jaringan yang terkadang tidak mendukung, alasan tidak efektif dan efisien lah, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan hasil wawancara via whatsapp dengan beberapa mahasiswa dari tiga universitas yang berbeda, mereka lebih memilih kuliah offline dibandingkan kuliah online. Mereka mengatakan bahwa kuliah online memiliki sisi positif dan negatif. Salah satunya adalah harus terus menerus membeli paket internet. Namun, mau tidak mau mereka tetap mengikuti perkuliahan via daring.
Menurut Siska Oktaviani, mahasiswi dari IAIN Batusangkar Padang bahwa kuliah online memiliki kelebihan dan kekurangan. Ia menuliskan bahwa tidak terpenuhinya hak antara pengajar dan peserta didik, hilangnya kontrol atau pengawas dari pendidik dan orang tua terhadap anaknya, waktu belajar yang terbatas sehingga menyulitkan memahami materi, dan keluhan jaringan yang acap kali tidak mendukung, dan beberapa alasan lainnya.
“Namun di sini banyak kita lihat kuliah online memiliki banyak kekurangan dan memberikan dampak negatif kepada peserta didik. Dampak positif nya adalah semua materi atau bahan ajar bisa disalin dari google. Memudahkan komunikasi dengan berbagai pihak. Dalam satu hari bisa kuliah 3 sampai 4 mata kuliah.”
Berbeda orang, juga beda kasus. Alasan lain dikemukakan oleh Devi Afsanah, mahasiswi Manajemen Universitas Buana Perjuangan Karawang. Ia mengaku bahwa sekarang ia lebih sering buka buku dan mencari materi atau referensi yang belum dijelaskan oleh dosen. Namun tak ayal, ia juga lebih memilih kuliah offline dengan alasan bahwa kuliah online lebih banyak sisi negatifnya.
“Kalo negatifnya bagi aku sih banyak, kadang kita harus stay sama hp di jam tertentu atau kadang stay on terus itu malah bikin orangtua mikir kalo kerjaannya cuma main hp aja, takut banyak ketinggalan info-info tugas, info absen, boros kuota juga,” tulisnya dalam laman whatsapp.
Selain Siska dan Devi, anggapan serupa juga datang dari Tanty Nasution mahasiswi Universitas Sumatera Utara. Ia mengalir bahwa kuliah online tidak enak sama sekali, bukannya paham dengan materi yang diberikan dosen, tapi malah membuatnya sulit mengerti.
Berbagai tanggapan telah disampaikan dan hal itu cukup mewakili mahasiswa lain yang mengeluhkan hal yang sama. Selain sisi negatif, mahasiswa juga tetap mempertimbangkan sisi positif dari kuliah online. Dengan kuliah online banyak hal baru yang didapatkan, mulai dari membuka cakrawala pengetahuan untuk melek teknologi, ikut dalam trend perkembangan zaman yang semakin canggih. Oleh karena itu, setiap orang harus bisa memaknai segala hal dari berbagai sudut pandang. Sehingga, tidak menimbulkan salah kaprah yang berujung sia-sia. (*)
*Penulis adalah Mahasiswi Prodi Jurnalistik Islam IAIN Parepare