MAKASSAR, PIJARNEWS.COM–Naiknya harga tiket pesawat berdampak pada sejumlah sektor termasuk pariwisata di Sulawesi Selatan (Sulsel). Hal itu diungkapkan beberapa stakeholder pariwisata di Sulsel saat menjadi narasumber dalam kegiatan Ngopi Dibawa Pohon di halaman Gedung Mulo Sulsel, belum lama ini.
Kegiatan yang membahas dampak kenaikan tiket pesawat terhadap pariwisata di Sulsel menghadirkan beberapa stakeholder yang menjadi narasumber yakni Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Sulsel, Didi Leonardo Manaba, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesian (GIPI) Sulsel, Suhardi dan Anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulsel, Bambang Haryanto, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggita Sinaga.
Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Sulsel, Didi Leonardo Manaba, mengungkapkan naiknya harga tiket mengakibatkan wisatawan menunda untuk datang ke Sulsel, wisatawan berpikir-pikir untuk menjajaki destinasi wisata yang jauh seperti di Sulsel.
“Kita lihat yang terjadi adalah banyaknya penundaan atau berpikirnya coustamer atau travelers yang betul-betul pure wisatawan. Pertanyaan pertama yang dia tanya di travel adalah “ berapa harga tiket pak ?,” segini pak, sekian. Oh begitu dih. (karena harga naik),” terangnya.
Ia juga menyebutkan pembeli tiket di Sulsel futuratif (naik turun) itu sesuai dengan kebijakan naik turunya harga tiket di Indonesia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tentu masyarakat akan menunggu kebijakan harga tiket turun kemudian membeli tiket.
“Kalau ini futuratif (naik turun) itu ada kebijakan lagi, itu masyarakat menunggu, begitu terjadi mereka pesan mi lagi “saya mau kesini-saya mau bikin acara lagi” begitu ada kebijakan kenaikan harga lagi naik dia tunda lagi, dia rem lagi.
Akibatnya pihak travel menurunkan komponen harga disetiap segmen termasuk packaging harus diturunkan.
Sementara itu Ketua PHRI, Anggiat Sinaga mengungkapkan pada sektor perhotelan dan restoran di Sulsel juga mengalami penurunan tingkat hunian.
Anggiat menyatakan, puncak penurunan tingkat hunian hotel di Makassar itu terjadi di Bulan Juni 2022 kemudian bulan Juli 2022 kembali membaik, namun pada bulan Agustus 2022 sekarang mengalami penurunan persentase yang cukup parah.
“Kalau kita bicara stori sebenarnya pada Juni itu kalau bicara di semester pertama, Juni menjadi titik puncak dari semester pertama terhadap tingkat huni di Makassar, Akan tetapi kini juli mulai turun. Ini agustus lebih parah. Tim Claro ada tiga orang sekarang di jakarta lagi wara wiri ke kementerian,” ungkap Anggiat.
Pada Juli penurunan mencapai 12-13 persen, kemudian mengalami penurunan secara drastis di bulan Agustus sebesar 18-20 persen.
“Saya mau katakan di bulan juli kemarin itu ada 12-13 persen, nah ini bulan agustus lebih parah lagi nih bisa sampai 18-20 persen nih,” sebut Anggiat.
Akibatnya kata dia, semua hotel memberikan harga khusus untuk menggetrek pasar sebagai cara untuk menguji sustainablelity-nya.
“Jadi makanya jangan heran semua hotel saat ini memberikan harga rekususra, harga rekususra untuk mengetrek pasar yang sifatnya insalt, mengetrek pasar lokal untuk menguji sustainablelity,” terangnya.
Reporter: Sucipto Al-Muhaimin