Kegiatan dokumentasi dampak penggunaan bom untuk menangkap ikan di Pulau Barrang Caddi, Kepulauan Spermonde (Ria Qorina Lubis / Greenpeace)
MAKASSAR, PIJARNEWS.COM–Terumbu karang di perairan Indonesia, seperti di Kepulauan Spermonde, perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
Pasalnya, perusakan terhadap terumbu karang terus terjadi. Salah satunya melalui penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, misalnya penggunaan bom ikan dan racun sianida atau bius, yang masih marak dilakukan. Inilah pesan utama dari diskusi publik yang diadakan oleh Pembela Lautan (Ocean Defender) Greenpeace Indonesia bekerja sama dengan MSDC (Marine Science Diving Club) Universitas Hasanuddin dengan tajuk “Peran Terumbu Karang dan Ancaman yang Dihadapi Bagi Keberlanjutan Ekosistem Laut” di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Tim Pembela Lautan sebelumnya sudah melakukan kegiatan dokumentasi bawah laut di Kepulauan Spermonde, tepatnya di Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, dan Kodingareng Keke.
Hasil pengamatan, kerusakan yang disebabkan oleh bom dan bius cukup kentara. “Kami menyelam di tiga titik dalam satu hari, dan selama penyelaman, kami mendengar tiga kali suara bom ikan. Bila tidak ada pengawasan dan penegakan hukum yang kuat, saya sangat khawatir tidak lama lagi karang di Kepulauan Spermonde ini akan habis dan hancur,” ujar Ria Qorina Lubis, Fotografer Bawah Laut Pembela Lautan Greenpeace Indonesia lewat rilisnya, Rabu, 4 September 2019.
Catatan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jumlah lokasi terumbu karang yang tergolong baik, menurun. Data tahun 2018, kegiatan pemantauan terhadap 1.067 lokasi terumbu karang memperlihatkan hanya 70 lokasi dalam kategori sangat baik dan 245 lokasi kategori baik. Sementara yang tergolong kategori jelek sebanyak 386 lokasi, atau sekitar 36% dari total lokasi.
Terkait terumbu karang di kawasan Spermonde, LIPI sudah lama mengamati praktik penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan sehingga berdampak buruk terhadap kondisi terumbu karang. Banyak hal yang menjadi alasan melakukan praktik ilegal tersebut, mulai dari tuntutan ekonomi, rendahnya kesadaran hingga lemahnya penegakan hukum.
Alhasil, kesehatan terumbu karang di perairan Makassar dinilai rendah, masuk dalam rentang poin 1-3, bersama dengan Nias, Lampung, Bintan dan Biak.
“Kesehatan terumbu karang di kawasan Spermonde maupun di berbagai daerah lain di Indonesia, harus menjadi perhatian serius pemerintah, karena perannya sangat strategis bagi kehidupan pesisir,” tambah Syahputrie Ramadhanie, Koordinator Ekspedisi Pembela Lautan.
Peran terumbu karang pun sangat penting bagi manusia seperti sumber obat-obatan dan sumber penghasilan bagi para nelayan. “Kita harus bangun aksi bersama untuk menyelamatkan terumbu karang dari praktik penangkapan ikan dengan peledak dan bius ikan,” imbuh Syahputrie lagi.
“Kita tidak sadar bahwa terumbu karang merupakan salah satu sumber kehidupan bagi kita. Oleh karena itu, kita perlu untuk menjaganya dengan membiasakan diri memulai kebiasaan hidup ramah lingkungan,” ucap Muhammad Irfandi Arief, Ketua MSDC Universitas Hasanuddin.
Sebagai bagian dari ekspedisi, tim Pembela Lautan juga melakukan kegiatan bersih-bersih dan audit merek di Pantai Biru, Tanjung Bunga, pada Minggu, 1 September 2019 lalu bersama dengan sejumlah komunitas lokal. Berbagai merek barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) ditemukan melalui proses audit. Nantinya, hasil audit merek ini akan disatukan dengan kegiatan serupa di daerah lainnya selama bulan September ini – bulan berlangsungnya kegiatan world cleanup day. (*)
Editor: Dian Muhtadiah Hamna