INTERNTIONAL,PIJARNEWS.COM–Kota Bucheon di Korea Selatan menjadi lokasi program percontohan dalam penerapan teknologi pengenalan wajah dan pelacakan AI untuk membantu penyelidik epidemiologis COVID-19.
Bucheon memiliki jumlah penduduk 830 ribu, adalah kota satelit di barat daya Seoul. Secara umum korea Selatan dipuji atas responsnya cepatnya terhadap pelacakan pasien virus Corona sejak awal wabah melanda. Orang yang memasuki fasilitas umum memasukkan informasi mereka pada daftar atau memindai kode QR.
Selanjutnya, epidemiolog yang melacak wabah menggunakan berbagai data yang tersedia untuk mereka, termasuk log in, data transaksi elektronik, log lokasi ponsel, rekaman CCTV, dan wawancara. Namun, beban kerja untuk melakukan itu semua bisa sangat banyak, sedangkan jumlah staf terbatas meski ada upaya perekrutan lebih banyak.
Satu penyelidik membutuhkan waktu hingga satu jam untuk melacak pergerakan satu pasien. Ketika sistem ini mulai online awal tahun ini, sistem tersebut seharusnya dapat melacak satu pasien dalam waktu kurang dari satu menit, dan menangani hingga sepuluh pelacakan secara bersamaan.
Dikutip dari Hackaday, pejabat program ini mengatakan belum ada rencana sistem tersebut akan diperluas ke seluruh Seoul, atau menjadi skala nasional. Namun dengan meningkatnya beban kasus virus dan kesulitan dalam merekrut dan melatih penyelidik, tampaknya para pejabat akan berpikir untuk beralih ke teknologi ini, guna mengimbangi beban kerja yang meningkat.
Penerapan teknologi ini pun bukan tanpa halangan. Seperti proyek berbasis teknologi pengenalan wajah lainnya yang diuji coba di Bandara Internasional Incheon baru-baru ini, orang-orang merasa khawatir terkait implikasi teknologi tersebut terhadap privasi. Anggapan bahwa pemerintah melacak setiap pergerakan warganya juga menjadi momok tersendiri bagi warga Korea Selatan.
Sementara itu, perencana proyek ini mencatat bahwa data sedang dikumpulkan secara legal dan penggunaannya tunduk pada aturan yang ketat. Hukum privasi Korea memerlukan persetujuan untuk pengumpulan dan penyimpanan data biometrik. Tetapi, ada pengecualian untuk situasi seperti pengendalian dan pencegahan penyakit.
Namun bahkan jika semua masalah privasi terpecahkan, masih ada pertanyaan mengenai seberapa efektif sistem AI ini untuk melacak orang yang memakai masker.
Masalah ini tak hanya terjadi di Korea Selatan bahkan Asia. Banyak negara di seluruh dunia beralih ke teknologi pengenalan wajah dan mengalammi kesulitan serupa untuk menyeimbangkan antara keamanan privasi pengguna dan persyaratan kesehatan masyarakat.(mt/detik.com)