OPINI — “Syubbanul yaum, rijalul ghad.” Kata mutiara berbahasa Arab ini bermakna “pemuda pada hari ini adalah pemimpin pada esok hari”. Ia mengandung makna demikian mendalam, betapa pemuda memegang peranan sangat penting untuk kelanjutan sebuah peradaban. Namun apa yang terjadi hari ini, pemuda dikerdilkan peranannya dengan beragam arahan dan penekanan sistemik.
Satu di antara sekian banyak pengerdilan itu adalah di saat pemuda dalam hal ini para mahasiswa hendak menyumbangkan perannya dalam merespon kezaliman yang terjadi demikian nyata. Berupa disahkannya Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Mereka mendapat “imbauan” keras dan “ancaman” dari beberapa pihak termasuk di antaranya pemerintah.
Dilansir oleh pikiran-rakyat.com (11/10/2020) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi mengeluarkan surat edaran bernomor 1035/E/KM/2020. Edaran berisi larangan para mahasiswa untuk turun mengikuti demo Omnibus Law Cipta Kerja.
Belakangan Kemendikbud sendiri menampik bahwa surat edaran tersebut telah mengekang ekspresi kepedulian mahasiswa. Namun banyak kalangan tetap menilai bahwa aroma pengekangan itu demikian kentara.
Pengerdilan pun tampak dari apa yang “diancamkan” secara halus oleh pihak pengusaha. Mereka mempertanyakan urgensi keikutsertaan mahasiswa berdemo UU Omnibus Law Cipta Kerja. Dengan menarasikan pertanyaan berupa bagaimana nasib mereka kelak setelah lulus ketika akan mencari kerja. Sementara UU Cipta Kerja itu diklaim pihak pengusaha sebagai jalan bagi terbukanya lapangan pekerjaan. (finance.detik.com, 8/10/2020)
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV (8/10/2020) menyatakan bahwa demo yang dilakukan oleh para mahasiswa disponsori oleh pihak-pihak tertentu. Artinya mereka diduga ditunggangi oleh kepentingan kalangan yang berada di balik layar.
Ketiga hal di atas menunjukkan betapa tidak diberikannya ruang bagi tersampaikannya kritik atas penguasa. Padahal masukan berupa kritik tersebut adalah bentuk kepedulian dari anak bangsa bagi pemimpin yang menaungi mereka.
Terlebih atas kalangan mahasiswa yang merupakan pihak intelektual muda. Dimana tersemat di pundaknya satu amanah berupa gelar agent of change. Maka sudah semestinya mereka diberikan keleluasaan untuk turut berperan aktif dalam mengubah kondisi negeri.