Penulis: Faridatus Sae, S. Sosio
(Aktivis Dakwah Kampus, Alumni S1 Universitas Airlangga)
Kementerian Ketenagakerjaan terus berupaya menghadirkan pelatihan vokasi berkualitas. Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi menyampaikan pelatihan vokasi yang berkualitas dapat mendorong angkatan kerja Indonesia, baik angkatan kerja baru maupun lama, menjadi angkatan kerja yang kompeten dan berdaya saing. (m.antaranews.com, 22/03/2024)
Di laman yang sama, disebutkan bahwa pelatihan vokasi yang berkualitas merupakan pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dengan mengutamakan link and match ketenagakerjaan. Selain itu, hal ini adalah salah satu respons dalam menjawab berbagai tantangan dan problematika ketenagakerjaan.
Link and match tersebut, kata Anwar, adalah satu bagian dari strategi kementerian tersebut dalam melakukan Transformasi Balai Latihan Kerja, di mana balai-balai yang ada dan dikelola Kemnaker harus mampu menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan industri, agar terjadi kesesuaian pelatihan vokasi.
Pelatihan vokasi berkualitas tentu sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas SDM dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja sesuai pasar kerja, apalagi mengutamakan link and match dengan dunia industri. Namun sejatinya pelatihan ini tidak mengubah nasib anak bangsa yang tetap menjadi pekerja dan tidak menjadi lebih baik/sejahtera, karena anak bangsa akan tetap menjadi budak korporasi yang sangat mementingkan untung rugi. Untung rugi dinilai dari materi yang memberikan keuntungan pada korporasi. Tidak masalah jika generasi dieksploitasi yang penting korporasi tidak menjadi rugi.
Hal ini merupakan konsekuensi penerapan Sistem ekonomi kapitalisme, yang hanya menganggap pekerja sebagai salah satu faktor produksi. Dimana anak bangsa selaku pekerja hanya akan dihargai jika mampu memberikan keuntungan materi yang berlimpah pada korporasi. Sedangkan, bagi generasi anak bangsa yang tidak memberikan keuntungan materi maka akan dianggap tidak berguna, tidak bernilai dan dianggap sampah peradaban kapitalisme. Akhirnya, generasi anak bangsa pun berlomba-lomba mengejar dan terbawa arus kapitalisme agar dianggap menjadi generasi yang berguna dan mampu memberikan kontribusi pada peradaban kapitalisme. Padahal generasi hanya menjadi budak kapitalisme yang dieksploitasi potensinya sesuai dengan arah arus untuk mengukuhkan peradaban kapitalisme.
Di sisi lain, pemerintah hanya menjadi perantara antara dunia industri dan angkatan kerja. Namun, tidak menciptakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan generasi anak bangsa. Maka hal ini, menunjukkan bahwa abainya negara dan membiarkan potensi generasi dieksploitasi dan dibajak demi kepentingan oligarki dalam kapitalisme.
Sangat berbeda dengan Islam yang menjadikan negara sebagai pengurus rakyat termasuk dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Negara yang menerapkan Sistem Kehidupan Islam menjamin kesejahteraan setiap rakyatnya per individu dengan menjamin kebutuhan pokok rakyat dan memenuhi kebutuhan komunal rakyat. Negara akan mempersiapkan ketersediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan negara dan rakyat.
Ketersediaan lapangan kerja ini bukan untuk kepentingan oligarki. Tapi merupakan bentuk jaminan pelayanan negara bagi rakyatnya. Selain itu, negara memiliki mekanisme dalam menentukan upah secara layak pekerja sehingga pekerja tidak terdzolimi perusahaan pemberi kerja, potensi dan kemampuan pekerja di hargai dengan layak. Segala potensi generasi anak bangsa akan digunakan untuk menjadi pengokoh, pengisi peradaban dan anak bangsa layak menjadi generasi pemimpin peradaban. (*)
Opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi. PIJARNEWS.COM tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan