Keempat metode yang paling relevan dijalankan saat ini mestinya adalah metode pertama yaitu metode al-jam‘u wa al-taufiq. Artinya kedua dalil dikompromikan atau sama-sama diamalkan sesuai konteksnya. Di saat pandemi ini yang dibutuhkan oleh masyarakat adalah fatwa yang dapat menenangkan mereka, bukan justru fatwa yang mengucilkan dan menimbulkan kepanikan di kalangan masyarakat. MUI perlu duduk bersama dengan stakeholder untuk membicarakan secara serius terkait dengan kegelisahan masyarakat tersebut, sehingga dapat merumuskan fatwa dan kebijakan alternatif dan akomodatif. Fakta di lapangan ditemukan diskusi tentang pentingnya menjaga jiwa dan itu bagian kedua dari maqashid al-syariah atau tujuan syariat sebetulnya urutan pertama itu menjaga agama seperti terpenuhinya hak-hak beragama masyarakat dan hak melaksanakan ibadah, tetapi kenyataannya seakan hak-hak warga negara dalam konteks kebebasan menjalankan ibadah dibatasi dengan alasan dapat diganti di rumah dan menghindari penularan Covid-19, tetapi di lain sisi kerumunan di luar masjid masih sering terjadi khususnya di pasar yang potensi penyebarannya sama besar bahkan bisa lebih besar peluangnya dibandingkan masjid.
Jika alasan pasar tetap buka karena kebutuhan pokok ada di sana dan sudah mengikuti protokol kesehatan serta pemerintah hadir di pasar untuk melakukan pencegahan, maka mengapa masjid tidak diterapkan hal yang sama?. Masjid bagi sebagian orang adalah tempat pemenuhan kebutuhan dasar spiritual sebagaimana pasar. Jika pasar bisa diterapkan protokol kesehatan dan pemerintah hadir maka semestinya hal yang sama bisa juga diterapkan pada masjid agar kehausan spiritual masyarakat bisa tersalurkan dan terobati, karena di luar sana, banyak orang yang siap lapar, menderita, tidak kaya, tidak memiliki harta benda dan rela melakukan apa saja demi kepuasan spritualnya.
MUI dan pemerintah mestinya memikirkan pencegahan penularan Covid-19 tanpa menghilangkan hak-hak beribadah masyarakat di masjid yang justru akan memunculkan masalah baru dalam jangka panjang. Bila Covid-19 ini berlangsung lama, maka akan muncul perlawanan dari masyarakat yang sudah mulai jenuh, lelah, tidak memiliki semangat hidup, sehingga MUI dan pemerintah harus hadir untuk merumuskan fatwa akomodatif yang dapat mengambil jalan tengah kesehatan dan ibadah berjamaah dapat berjalan beriringan.
MUI perlu mengeluarkan fatwa protokol pelaksanaan ibadah di masjid selama masa pandemi ini, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa ormas dalam mengeluarkan fatwa yang mensyaratkan ketentuan bagi masjid yang ingin melaksanakan salat jumat dan jamaah di masjid. Jangan sampai MUI kalah langkah dan kalah taktis dari ormas keagamaan yang lebih akomodatif terhadap pengikutnya. Sekaligus kita harus kembali pada paham teologis moderat bahwa usaha harus beriringan dengan doa. Jangan sampai kita lebih mementingkan usaha lalu mengabaikan doa yang dipanjatkan secara berjamaah selama ini. (*)