Petani sekolahkan anaknya…agar jadi pegawai…kelak anaknya tak lagi bekerja sekeras dirinya. Dapat gaji melimpah tanpa bersusah payah.
Namun tidak bagai pegawai…..ia takkan ingin anaknya jadi petani…..sebab petani itu pekerjaan “kotor”….ya “kotor”….sebab tangan dan kaki penuh lumpur, badan peluh berdaki
Bukankah lebih elok tampil necis, perlente dengan kemeja rapi dan sepatu kulit ?
Oh iya, kita tidak sedang bercerita tentang kelas sosial…Kita bercerita tentang orang orang desa yang ke kota…memenuhi kota yang sudah padat….berbagai persoalan pun muncul…dari kemacetan hingga kriminalitas….dari pelayanan publik hingga harga barang
Lalu di desa….petani itu menua….anak anaknya telah jadi pegawai….sawah dan kebunnya tak lagi digarap….datang perusahaan bernama lokal tetapi pemiliknya dari luar membeli lahan…..kemudian lahan itu ditanami….namun bukan lagi milik si petani…apalagi anak anaknya yang pegawai
Hari terus berganti bulan, dan tahun….walhasil…si petani punya cucu…kelak sang cucu takkan bertani…namun makin banyak mulut yang harus diberi makan….sementara lahan sawah dan kebun sudah dijual…yah dijual ke perusahaan bernama lokal tapi pemiliknya dari luar….
Pegawai melihat orang memanen bahan makanan dari lahan bekas milik bapaknya yang petani….ia tak berdaya….pihak yang menggajinya pun sudah kehabisan dana untuk membayar gajinya…ia kelaparan ditanahnya sendiri….gara gara tidak ingin kakinya kotor bertani…kelak…kira kira 15-30 tahun akan datang
Itu ceritaku…mana ceritamu
Andi Rahmat Munawar
https://www.facebook.com/andirahmatmunawar