Terkait dengan pernyataan dari Menkopolhukam pada Senin, 13 Maret 2018 yang pada intinya menyebutkan bahwa Menkopolhukam meminta kepada KPK untuk menunda proses hukum terhadap orang yang sudah ditetapkan sebagai calon kepala daerah. Pelbagai kalangan penggiat anti korupsi dan penggiat demokrasi menyatakan tidak setuju dengan sikap Menkopolhukam tersebut. Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan permohonan itu, antara lain:
- Pernyataan tersebut justru tidak memperlihatkan sinergi yang positif dari proses pelaksanaan pilkada dengan proses penegakan hukum, khususnya penanganan tindak pidana korupsi oleh KPK. Padahal, proses penegakan hukum adalah sesuatu yang harus terus dijalankan oleh KPK, tanpa perlu menunda, ditengah proses pelaksanaan pilkada. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi justru mesti segera dilakukan, agar pemilih tidak memiliki informasi dan referensi kuat kepada siapa pilihan calon kepala daerah akan diberikan, agar terhindar dari memilih calon pemimpin daerah yang sudah memiliki bukti kuat melakukan tindak pidana korupsi sebelumnya.
- Tindakan meminta atas nama negara kepada KPK untuk menghentikan penetapan tersangka kasus korupsi, bisa jadi dianggap sebagai upaya negara untuk menghalang-halangi proses hukum, yang jelas dilarang dan bisa diperkarakan sebagai sebuah tindak pidana oleh KPK.
- Jika pelaku korupsi yang sudah ada di tangan KPK, karena alasan sudah ditetapkan sebagai pasangan calon oleh KPU, kemudian ditunda penetapannya sebelum selesai perhelatan Pilkada, dan pada akhirnya akan ditetapkan dan ditahan oleh penegak hukum (KPK), karena tindak perbuatan korupsi yang dilakukan, maka itu sama artinya “membiarkan” rakyat memilih calon pemimpin yang sdh terindikasi kuat korupsi, itu juga berarti pemerintah dan KPK merusak substansi dari tujuan demokrasi itu sendiri.
- Pemimpin yang terindikasi kuat korupsi jika terpilih, dia akan menghadapi kasus hukumnya, sehingga pemerintahan tidak akan jalan dengan baik. Kalaupun ia diganti di tengah jalan, berarti itu adalah bagian dari skenario membodohi rakyat pemilih.
- Terkait dengan alasan, kemungkinan adanya potensi gangguan keamanan di daerah jika proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang berstatus calon kepala daerah tetap dilakukan oleh KPK, hal ini merupakan persoalan yang tidak bisa saling dibenturkan.
Proses penegakan hukum adalah sesuatu yang mesti terus dilaksanakan, sebagaimana proses pro justitia, dan untuk menyelematkan pemilih dari calon kepala daerah yang berprilaku koruptif. Sedangkan potensi gangguan keamanan, aparat keamanan yang bertanggung jawab terkait dengan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mesti mengatasi gangguan kemanan secara baik dan professional.
Oleh karena itu, sebagai upaya menjunjung tinggi supermasi hukum, dan untuk menjaga nilai-nilai dan tujuan dari demokrasi itu sendiri, maka kita mesti mendukung dan mendorong aparat penegak hukum, KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, untuk terus melakukan proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana, terutama tindak pidana korupsi, sesuai dengan bukti, dan peraturan perundang-undangan yang ada. Tentang adanya kekhawatiran munculnya keributan dan atau gangguan keamanan akibat calon yang telah ditetapkan KPU untuk maju berkontestasi, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK, maka itu menjadi tanggungjawab pihak aparat keamanan untuk bertindak tegas kepada siapapun yang melakukan tindakan yang mengganggu keamanan masyarakat dalam melaksanakan perhelatan demokrasi (Pilkada).
Tentu dukungan semua pihak, tokoh masyarakat, tokoh agama serta simpul-simpul masyarakat lainnya untuk bersama-sama memberi dukungan kepada penegak hukum, aparat dan penyelenggara pemilu untuk memastikan pelaksanaan pemilukada berlangsung secara aman, damai, langsung, jujur dan adil.
Saiful Jihad
Makassar, 14 Maret 2018