PIJARNEWS.COM — Tegak runtunya, dan hitam putihnya penegakan hukum ini sangat ditentukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Jadi tidaklah mengherankan bila seorang pakar hukum Tavarne berkata ” bukan rumusan undang- undang yang menjamin kebaikan pelaksanaan hukum acara pidana, tetapi hukum acara pidana yang jelekpun, dapat menjadi baik pelaksanaannya bila ditangani oleh aparat penegak hukum yang baik”.
Dalm hal ini moral yang baik yang bersandar pada keimanan, mental kuat sekokoh batu karang yg tak lapuk diterpah gelombang, dan kompetensi yang mapan dan mumpuni, bukan asal ada atau ada apanya.
Ada beberapa hal menarik yang dapat dikaji sehubungan dgn aksi demonstrasi beruntun yg dialamatkan dikantor kejari Parepare antara lain :
1). Sikap kejari Parepare dalam menangani perkara terkesan (diduga) kurang proposional dan professional, tebang pilih atau mengabaikan kepentingan hukum dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Contoh konkritnya penanganan perkara sabu 1,6 kg , terkesan petunjuk kejari kepenyidik polresta Parepare menyimpang dari ketentuan hukum pasal 110 ayat (2) dan pasal 138 ayat (2) KUHAP. Sehingga pihak penyidik polresta Parepare mustahil dapat memenuhi petunjuk tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Akibatnya tersangka harus dikeluarkan dari tahan polresta Parepare demi hukum karena masa penahannya telah habis.
2). Dokumen yg dipelihatkan pihak kejari parepare sebagai jawaban terhadap tuntutan aksi demonstrasi pemuda pancasila dan PMII tentang pembangunan Rumah Sakit Tipe B Tonrangang yang TIDAK MEMILIKI AMDSL. Bukannya meredahkan ketegangan , justeru kian memicu emosi demonstran, karena menurut demostran jawaban pihak kejari Parepare bahwa AMDAL pembangunan Rumah Sakit Tipe B Tonrangang ada, termasuk pembohongan publik.
Bila benar jawaban pihak kejari Parepare mengandung kebohongan publik, maka pihak kejari Parepare telah menyalahi tugas dan tanggungjawabnya dan terkesan menjadi pembela bagi pelaku yg diduga melanggar ketentuan hukum yg berlaku.
Sekarang yang menjadi petanyaan mendasar apakah pembangunan RS Tonrangeng tersebut hanya sebatas tidak memiliki amdal saja?, apakah dibalik semua itu tidak ada KEJAHATAN KORUPSI atau perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yg merugikan keuangan negara?
Mengingat ada beberapa proyek DAK tahun anggaran 2016 yang menggunakan dana APBN, pihak kontraktornya belum terbayar sampai sekarang dan menyisahkan hutang bagi pemerintah daerah, mungkin termasuk RS Tonrangeng. Bila perencanaan sampai selesainya pelaksanaan pembangunan adalah tepat dan benar, maka tidak mungkin menyusahkan masalah. (hutang bagi pemarintah daerah).
3). Sikap kejari mengembalikan berkas perkara menjelang habisnya masa penahan tersangka IM, yang disertai dengan petunjuk yang sulit dan mustahil pihak penyidik polresta Parepare memenuhi petunjuk tersebut sebebelum habisnya masa penahanan tersangka IM.
Maka dengan logika akal sehat, entah disadari ataukah tidak , pihak kejari telah menjatuhkan pertanggung jawaban moral kepundak penyidik polresta Parepare, karena tersangka IM dikeluarkan dari tahanan polresta Parepare. Jadi hal ini dapat menjadi indikasi yg kurang baik, seolah olah pihak penyidik polresta Parepare kurang proposional dan professioanal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga tersangka IM harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. (*)
Muh Nasir Dollo
(Pemerhati hukum, akademisi Umpar)