OPINI : Tahun ajaran baru sekolah baru. Itulah kalimat yang sering kita dengar di saat tahun ajaran baru di mulai. Tahun ajaran baru, awal masuk sekolah baru bagi mereka yang akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Impian untuk mendapatkan sekolah yang sesuai dengan keinginan merupakan cita-cita seorang pelajar. Sekolah yang terkategori favorit merupakan tujuan banyak anak untuk bisa masuk di sekolah tersebut.
Bahkan untuk bisa lolos ke sekolah yang dituju banyak siswa yang akhirnya berjibaku dengan segala macam kegiatan. Bimbel di sekolah, di luar sekolah dan berbagai macam less private dilakoni demi masuk ke sekolah yang merupakan keinginan hati.
Namun tidak dengan saat ini, semenjak adanya aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan zonasi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menetapkan penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 masih menggunakan jalur zonasi. Ada empat jalur dalam penerimaan PPDB, afirmasi, zonasi, perpindahan tugas orang tua wali/orang tua, dan/atau prestasi.(tirto.id 17 Desember 2019).
Bahkan pemerintah DKI Jakarta menetapkan zona usia sebagai pertimbangan masuk sekolah. Walaupun kebijakan ini akhirnya dibatalkan. Dilansir vivanews.com 28 Juni 2020 Komisi Nasional Perlindungan Anak meminta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dibatalkan atau diulang. Alasannya, kebijakan batas usia yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019.
Komnas Anak banyak mendapat laporan terkait syarat usia tersebut. Imbasnya, banyak siswa yang tidak mendapatkan sekolah padahal siswa tersebut memiliki nilai akademik yang tinggi. Hal tersebut berdampak pada kondisi psikologis anak, yang tak percaya pada pemerintah karena telah sis-sia telah belajar keras.
Bahkan Selasa, 23 Juni 2020 orang tua murid berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur DKI Jakarta memprotes aturan PPDB zonasi wilayah DKI Jakarta. Mereka memprotes PPDB yang ditetapkan berdasarkan usia.
Jumat 26 pun terjadi protes orang tua wali saat konferensi pers Dinas Pendidikan DKI, sehubungan ada orang tua yang marah karena anaknya yang berusia 14 tahun gagal masuk SMA karena masih terlalu muda.
Berdasarkan obrolan penulis dengan orang tua yang anaknya tidak masuk ke sekolah yang menjadi tujuannya, banyak siswa yang akhirnya harus menelan kepahitan karena tidak bisa masuk ke sekolah tujuannya. Padahal jarak nya tidak lebih dari 5 KM.
Kisruh PPDB dengan jalur zonasi baik usia dan jarak banyak terjadi. Dan seharusnya pemerintah peka dan menjadikan ini kajian yang dijadikan acuan dalam menyelenggarakan pendidikan di negera ini.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat tertulis salah satu tujuan dari adanya negara ini adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bahkan dipertegas dalam Pasal 31 UUD 1945 yang mengatakan bahwa Setiap warga Negara berhak mendapat dan mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ini menunjukkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk menjalankan amanat undang-undang tersebut.
Islam tidak mengenal sistem zonasi. Menuntut ilmu adalah kewajiban semua orang. Baik laki-laki maupun perempuan. Diriwayatkan dalam hadist Ibnu Majah, “Menuntut ilmu diwajibkan atas muslim laki-laki dan muslim perempuan.”
Menuntut Ilmu diwajibkan untuk setiap orang muslim baik dewasa maupun anak-anak. Bagi yang melakukan pahala yang besar dan derajat ketinggian tersemat dalam dirinya. Bahkan tak sempurna keimanan seseorang dan amal kita kecuali dengan ilmu.
Hadist lain yang diriwayatkan oleh Muslim, “Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu Allah taala akan memudahkan jalan menuju surga.” Sungguh besar pahala yang diberikan
ketika seseorang menuntut ilmu.
Seharusnya pemerintah memberikan kesempatan menuntut ilmu bagi semua rakyat tanpa zonasi. Pendidikan adalah hak semua warga. Kecerdasan akan ada hanya dengan ilmu. Ilmu yang didapat setidaknya mampu menjadi penjaga bagi pribadi khususnya, dan rakyat pada umumnya. Jika menuntut ilmu masih dibatasi, akankah generasi ini menjadi generasi yang mumpuni? (*)