PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Pemilihan Umum (Pemilu) 17 April 2019 telah berlangsung dan menyisakan beberapa hal diantara para pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut satu, Jokowi-Amin, dan urut dua Prabowo-Sandi.
Salah satu yang menjadi perbincangan hangat adalah hasil quick count yang telah dirilis oleh berbagai lembaga survei. Diantaranya quick count dari Litbang Kompas yang termuat di Harian Kompas hari ini, 18/4/2019 dengan hasil pasangan Jokowi-Amin 54,52% dan Prabowo-Sandi 45,48%.
Hal itu mendapat tanggapan tak terduga oleh Praktisi Politik Transformatif dari Parepare, Safar Muchtar. Bagi pemikir muda ini, quick count adalah hasil riset dan metodologi ilmiah yang menjadi gambaran hasil real count. Demokrasi kita telah membuka peluang demikian karena kita menganut sistem suara terbanyak atau popular vote.
“Pilpres sudah selesai, tidak usah galau, malu, apalagi baper, sebab kita telah memilih sesuai dengan selera, visi, cita-cita, dan tujuan mulia. Kalah menang itu biasa dan sama sekali bukan standar benar salah sebab demokrasi kita menganut popular vote,” jelasnya.
Yang menarik, Safar Muchtar sendiri adalah salah satu barisan pendukung Prabowo-Sandi. Namun ia mengaku sama sekali bukan kampret begitupun tidak pernah menganggap lawannya sebagai kecebong.
“Politik itu upaya memanusiakan manusia, soal afiliasi dan pilihan itu hanya selera dan pengakomodasian kepentingan. Politik bukan hanya Pemilu, Pileg, atau Pilpres tapi mulai saat akil baligh hingga akhir hayat, setiap hari 1 kali 24 jam hidup kita adalah zoon piliticon yang bergelut dengan proses politik, baca; aristoteles,” terangnya.
“Saya sepakat dengan Grace Natalie, Ketua Umum PSI yang sportif mengakui kekalahan dan keluar dari gelanggang namun memastikan diri akan kembali esok hari. Begitu juga saya mengapresiasi PKS yang berhasil meraih suara signifikan mengalahkan PAN,” ungkap Safar Muchtar yang juga Ketua BM PAN Kota Parepare.
“Kami ksatria InsyaAllah menghargai apapun hasil Pilpres yang akan diputuskan oleh KPU,” tutup Praktisi Politik Transformatif Indonesia tersebut. (*)