JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Tiga universitas ternama di Australia akan membuka cabang di Indonesia, di antaranya Western Sydney University (WSU), Deakin University, dan Central Queensland University.
Hal ini menjadi bagian dari upaya pemerintah mendongkrak kualitas pendidikan di dalam negeri. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, Indonesia membutuhkan perguruan tinggi kelas satu. Alasannya karena top perguruan tinggi di Tanah Air hanya mentok pada ranking di atas 200 tingkat dunia.
Ia mengatakan, hadirnya kampus asing tersebut akan lebih menguntungkan secara ekonomi karena bisa menghemat devisa. Juga memberi kesempatan kepada siapa pun—tidak hanya yang kaya saja—untuk mendapatkan pendidikan berkualitas internasional.
Deputi Bidang Transformasi Hijau dan Digital OIKN Mohammed Ali Berawi mencatat, terdapat 7—8 kampus internasional, seperti Universitas Leiden, Delft, Rotterdam dari Belanda, kemudian dari Finlandia yang siap masuk ke IKN.
Berdasarkan Lampiran II mengenai Rencana Induk IKN dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, prinsip dasar pendidikan di KIKN secara keseluruhan akan diarahkan pada konsep pendidikan abad ke-21 yang selaras dengan visi pendidikan di KIKN, yaitu membangun ekosistem pendidikan terbaik untuk memenuhi kebutuhan talenta masa depan di klaster ekonomi serta menjadi teladan penyelenggara pendidikan tinggi dan meningkatkan taraf hidup.
Kapitalisasi
Namun, pemerhati kebijakan pendidikan Noor Afeefa justru menilai ini bentuk kapitalisasi pendidikan tinggi yang mengancam generasi.
“Berbagai program kerja sama dengan perguruan tinggi internasional terus digencarkan, termasuk melalui masuknya kampus asing ke tanah air. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kebijakan tersebut sejatinya bukan menghasilkan kemajuan, tetapi justru ancaman,” tuturnya dikutip dari muslimahnews.net.
Ia memaparkan, berdasarkan Permenristekdikti No. 53/2018, Pemerintah memberi wewenang kepada kampus asing atau Perguruan Tinggi Luar Negeri (PTLN) untuk mendirikan kampus di Indonesia.
“Sementara itu, dalam Permendikbudristek No. 10/2021 dinyatakan bahwa kampus asing diizinkan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan beberapa ketentuan, seperti penjaminan mutu, kurikulum yang harus menambahkan mata kuliah agama, Bahasa Indonesia, serta Pancasila dan kewarganegaraan di samping kurikulum khusus yang dibawa oleh kampus asing tersebut,” ujarnya.
Semua ini, jelasnya, sejalan dengan arah kebijakan dan strategi Ditjen PendidikanTinggi periode 2020—2024. “Di antaranya, penguatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi melalui peningkatan kerja sama dengan universitas kelas dunia (Top 100 QS/THES) dalam pengembangan pendidikan dan penelitian,” katanya.
Tidak hanya itu, lanjutnya, meningkatnya jumlah perguruan tinggi yang masuk dalam Top 500 World Class University juga menjadi salah satu indikator kinerja program yang menjadi standar keberhasilan program Ditjen Pendidikan Tinggi.
Titik Kritis
Noor menyatakan, titik kritis awal bahaya keberadaan kampus asing adalah memiliki kurikulum tersendiri. “Sebabnya, kurikulum pasti terkait dengan visi dan misi pendidikan yang dibangun berdasarkan akidah yang mereka anut, yakni sekularime kapitalisme,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menilai, kampus asing akan menjadi masalah bagi negeri muslim yang mengharuskan sistem pendidikannya dibangun berdasarkan akidah Islam.
“Meskipun pemerintah mensyaratkan mata kuliah dasar umum khas Indonesia, masuknya pemikiran Barat sangat mudah. Terbukti, di kampus dalam negeri saja masuknya pemikiran Barat sudah demikian masif. Apalagi jika diusung oleh kampus asing,” kritiknya.
Di samping itu, ia menyatakan, banyaknya kampus asing di dalam negeri, makin menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia makin kapitalistik. “Pendidikan lebih berorientasi materi atau ekonomi, bukan bagi kepentingan ilmu,” ungkapnya.
Hal ini, menurutnya, tampak dari tujuannya, seperti untuk menghemat devisa daripada kuliah di luar negeri, mendorong sektor pariwisata, atau agar makin banyak Perguruan Tinggi Dalam Negeri (PTDN) yang bisa mencapai kelas dunia atau World Class University melalui kerja sama dengan kampus asing tersebut ataupun untuk meningkatkan jumlah lulusan siap kerja dibandingkan jika kuliah di PTDN,” bebernya.
Ia menyesalkan tujuan pembangunan pendidikan yang berorientasi ekonomi ini yang sejatinya menyalahi konsep penting dan mendasar dari fungsi pendidikan, yakni didudukkan sebagai sarana menghasilkan SDM unggul
“Tidak hanya memiliki kompetensi, baik dalam memenuhi kebutuhan bidang keahlian maupun sebagai problem solver berbagai masalah di masyarakat. Namun juga memiliki karakter atau kepribadian Islam yang sangat dibutuhkan sebagai pemimpin dalam mengelola berbagai masalah umat,” jelasnya.
Sangat Berbahaya
Ia pun menegaskan, keberadaan kampus asing ini sangat berbahaya. “SDM yang dihasilkan dari kampus asing yang kapitalistik pastilah akan menjadi pengusung kapitalisme dan tentu akan melanggengkan kapitalisme. Jadi, yang terjadi sejatinya pembajakan potensi umat atau generasi untuk kepentingan kapitalisme. Ini dibuktikan dari kampus-kampus asing yang akan masuk tersebut berbasis kapitalisme, bukan tsaqafah Islam yang steril dari moderasi,” ungkapnya.
Bahkan, tambahnya, ketika yang diharapkan publik berupa nilai ekonomi atau materi, akan menjadi tidak ada artinya jika sumber kerusakan negara ini, yakni sekularisme kapitalisme, justru makin kuat. “Ini karena capaian materi tersebut hanyalah kemanfaatan semu,” cetusnya.
Selain itu, ia mengingatkan, persoalannya juga bukan hanya pada dampak buruk dari persaingan antara kampus asing dengan kampus dalam negeri, sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pakar pendidikan. “Namun lebih dari besar dari itu, yakni pembajakan potensi generasi,” tukasnya.
Meningkatkan Kualitas
Noor mengungkapkan, untuk meningkatkan kualitas SDM seharusnya dilakukan dengan memperbaiki tata kelola kampus di dalam negeri, bukan dengan mengimpor kampus dari Barat.
“Negara seharusnya mereformasi tata kelola pendidikan, baik dasar, menengah hingga pendidikan tinggi, dengan landasan akidah Islam,” ucapnya.
Kampus-kampus negeri, sambungnya, dikelola oleh negara langsung melalui kurikulum yang terpancar dari akidah Islam. “Perguruan tinggi harus ditujukan untuk melahirkan SDM dengan karakter atau kepribadian islami dan kompetensi yang berdedikasi bagi kemuliaan ilmu, bukan semata bernilai ekonomi, apalagi dalam kerangka sistem kapitalisme,” tuturnya.
Tampak jelaslah, ujarnya, sistem pendidikan Islam menjadi jaminan pembangunan SDM yang akan membawa negeri ini menjadi negara maju dalam rida Allah. “Oleh karenanya, di sinilah urgensi Khilafah Islam yang akan menerapkan sistem pendidikan tersebut,” tandasnya. (*)
Sumber: muslimahnews.net