PAREPARE, PIJARNEWS.COM – Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menggelar sosialisasi beasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI) LPDP yang dirangkaikan dengan kuliah umum kebangsaan dan pelantikan pengurus Forum Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa (Forkim) binaan LP2M, di Auditorium IAIN Parepare, Senin (29/5/2023) sore.
Mengusung tema “Merawat Harmoni Keberagamaan dan Kebangsaan” menghadirkan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A. sebagai narasumber. Kepala Devisi KSPL Beasiswa LPDP, Dr. H. Agam Bayu Suryanto, MBA. Rosita Tandos, Ph. D, rektor IAIN Parepare, Dr Hannani, para wakil rektor, Kepala Biro AUAK Muhdin, Dosen dan ribuan mahasiswa yang memadati Auditorium.
Hannani dalam sambutannya mendorong mahasiswa untuk meningkatkan skill bahasa Inggris salah satunya dengan peningkatan skor TOEFL.
Sebab, kata dia hal itu penting bagi mahasiswa untuk lanjut pada jenjang Pascasarjana. Khususnya mahasiswa yang ingin mengikuti program beasiswa pendidikan kader ulama.
“Kita semua berdo’a, mudah-mudahan kehadiran Prof. Nasaruddin Umar bisa memberikan do’a-do’a dan motivasi kepada mahasiswa kami dan memacu diri lanjut di LPDP pendidikan kader ulama,” ujar Hannani.
Sementara, Prof. Nasaruddin Umar menyebut jika mahasiswa ingin mendapatkan berkah dari kampusnya yang harus dilakukan sebelum belajar adalah pensucian diri.
“Tazkiyah (pensucian diri) dulu baru ta’lim (pendidikan). Jangan ditukar-tukar, ayatnya mengatakan seperti itu. wa yuzakkīhim, kemudian, wa yu’allimuhumul-kitāba wal-ḥikmata. Mensucikan diri ini dulu baru belajar,” pesan Prof. Nasaruddin Umar.
Lebih lanjut, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta itu berpesan kepada para hadirin, mulai hari ini dan seterusnya, sebelum membaca buku “Bismillahirrahmanirrahim”, sebelum mendengarkan materi kuliah “Bismillahirrahmanirrahim”.
“Apa bedanya Madrasah dan Sekolah?, madrasah itu tempat mencari ilmunya Allah dan guru/dosen itu hanya mursyid, seperti pipa tempat untuk mengalirkan mata air ke dalam gelas, makanya disebut mursyid. Sumber ilmu pengetahuan itu adalah Allah, kita akan minum meneguk ilmunya Allah,” ujarnya menambahkan.
Prof. Nasaruddin Umar menambahkan, metodologi mencari ilmu Allah tidak sama dengan metodologi mencari ilmunya dosen yang kerjakan PR selesai, lulus dan cumlaude.
“Tapi kalau tidak ada kearifannya, makin pintar makin kurang ajar. Cumlaude yah, tapi perilakunya minta ampun,” tandasnya.
Dia melanjutkan metodologi yang dikembangkan di Sekolah atau perguruan tinggi umum sebagai metodologi hushuli atau analisis kritis. Tapi kalau di UIN atau pesantren itu metodologi hudhuri. “Ini yang jarang,” katanya.
Dirinya juga memuji Forkim sebagai peneliti muda. “Tadi ada peneliti muda (Forkim) bagus itu. Nanti kita bahas betapa pentingnya penelitian,” katanya.
Dia mengatakan, seorang peneliti harus telanjang dan tidak punya warna. Dia mencontohkan jika ingin meneliti tentang akhlakul karimah masyarakat Kota Parepare. Akhlakul karimah Parepare dinilainya bagus, karena dirinya sebagai orang Parepare itu subjektifnya menonjol dan terlalu memuji.
“Jadi seorang peneliti itu harus objektif. Tidak boleh larut dengan objek yang ditelitinya kalau mau akademik. Kita harus memotret apa adanya,” tutupnya. (*)
Reporter : Wahyuddin