OPINI, PIJARNEWS.COM — Tahuka anda jika setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Kementerian Negara Lingkungan Hidup mencanangkan 21 Febuari 2006 sebagai Hari Peduli Sampah Nasional untuk pertama kalinya.
Peringatan HPSN ini muncul atas desakan sejumlah elemen masyarakat di Indonesia untuk mengenang peristiwa di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005 silam. Dimana sampah dapat menjadi mesin pembunuh yang merenggut nyawa manusia lebih dari 100 jiwa.
Pada peristiwa naas tersebut terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan ledakan gas metan pada tumpukan sampah. Sedikitnya 157 jiwa melayang dan dua kampung yakni Cilimus dan Pojok, hilang dari peta karena tergulung longsoran sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah. Tragedi ini memicu dicanangkannya HPSN yang diperingati tepat di tanggal insiden itu terjadi.
Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mempunyai data bahwa Indonesia memproduksi sampah plastik yang mengerikan yakni 64 juta ton per tahunnya, dan sekitar 85 ribu ton sampah plastik tersebut terbuang ke laut
Sementara peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan kajian sampah plastik di laut. Studi tersebut dilakukan di 18 pantai di Indonesia yang dijadikan area monitoring setiap bulan untuk pemantauan sampah terdampar dan 13 pesisir di Indonesia dijadikan area sampling mikroplastik di permukaan air. Serta delapan lokasi untuk mikroplastik di sedimen dan satu genus ikan dari 10 lokasi di Indonesia.
Sampah dominan berasal dari plastik sekitar 36 hingga 38 persen di seluruh area kajian. Mikroplastik ditemukan pada seluruh lokasi kajian baik pada permukaan air, sedimen maupun pada tubuh ikan.
Mikroplastik terbanyak ditemukan di permukaan air Sulawesi Selatan dan Teluk Jakarta. Di dua daerah tersebut terdapat 7,5 sampai 10 partikel per meter kubik. Pada sedimen ditemukan lebih dari 100 partikel per kilogran di Aceh, Sulawesi Selatan, dan Biak.
Mikroplastik tidak hanya membunuh biota laut dalam jangka panjang, tentu manusia juga akan terdampak karena mengkonsumsi ikan dan biota laut lainnya. Ikan yang sudah menelan mikro plastik, menyerap racunnya, dan kemudian berpindah ke manusia yang memakannya.
Lantas siapa yang paling bertanggung jawab atas sampah plastik ini?
Masalah sampah plastik adalah masalah yang sangat kompleks dan perlu diselesaikan mulai dari lapisan pertama yakni konsumen atau masyarakat. Prilaku mengurangi penggunaan sampah plastik perlu realisasi dan bukan sekadar slogan peduli akan sampah, dan yang paling bertanggung jawab seharusnya adalah produsen, sebab produsen barang atau kemasan yang sulit didaur ulang wajib bertanggung jawab atas hasil produksinya. Hal itu sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Karena setiap barang yang dibeli oleh masyarakat terdapat biaya untuk kemasan. Artinya konsumen dan masyarakat punya hak mendapatkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Semoga tragedi TPA Leuwigajah 21 Februari tahun 2005 silam itu, menyadarkan kita semua tentang pentingnya pengelolaan sampah agar tak menjadi bom waktu bagi manusia sebagai produsen sampah itu sendiri.
Penulis: Abdillah.Ms
Koordinator Perhimpunan Jurnalis Ajatappareng/ PIJAR