OPINI — Dalam hal ibadah, ada satu hal besar yang banyak disepelekan oleh kaum muslimin. Bila terjadi pada diri kita, hal itu bisa menjadikan salat kita tidak sah atau tidak diterima oleh Allah SWT.
Masalah itu adalah kesucian pakaian yang kita pergunakan untuk melaksanakan salat. Banyak di kalangan masyarakat muslim, kurang perhatian dan kurang berhati-hati dalam memilih dan menjaga kesucian pakaian yang dipergunakan untuk salat. Terutama menjaga pakaian dari percikan air seni saat buang air kecil.
Setetes saja air seni yang mengenai pakaian yang kita gunakan untuk salat berarti salat kita tidak sah, karena air seni termasuk najis dan salah satu syarat sahnya salat adalah suci pakaian.
Salah satu etika yang diajarkan dalam Islam ketika hendak buang air kecil, adalah dengan posisi duduk atau jongkok. Sudah terbukti dalam bidang kesehatan, bahwa buang air dalam posisi berdiri itu akan sangat rentan terhadap penyakit.
Sementara di masyarakat terutama masyarakat perkotaan, pada umumnya menggunakan fasilitas WC untuk buang air dalam posisi berdiri.
Bahkan masjid-masjid besar di tengah kota pun juga memberikan fasilitas demikian.
Dapat kita rasakan, ketika selesai buang air, kemudian berjalan beranjak dari WC, ada kalanya seperti ada sesuatu yang keluar dari kemaluan kita. Dan itu ternyata adalah sisa-sisa air seni yang masih tertinggal pada saluran pembuangan air seni kita. Kenapa bisa demikian?
Kami pernah melakukan percobaan dalam hal menjaga kesucian pakaian dari najis air seni. Tentang lebih baik mana, buang air dalam posisi berdiri atau duduk?
Hasil yang kami dapatkan adalah bahwa ketika kita buang air seni dalam posisi berdiri, besar kemungkinan air seni tidak keluar semua, akan ada sisa-sisa yang tertahan pada saluran pembuangan.
Makanya ketika berjalan beranjak dari WC, dapat dirasakan atau bahkan tidak sama sekali keluarnya sisa-sisa air seni entah setetes dua tetes atau bahkan lebih dari itu.
Ketika sisa-sisa itu keluar mengenai celana kita, otomatis ketika celana itu digunakan untuk salat maka salat kita tidak sah.
Karena keluarnya sisa-sisa air seni itu bisa dirasakan dan bisa tidak dirasakan sama sekali, maka kami membuktikannya dengan menggunakan tisue.
Percobaan dilakukan dengan buang air dalam posisi berdiri, setelah itu kelamin dilap dan dikeringkan menggunakan tisue toilet. Setelah itu, ambil tisu baru dan tutup lubang kelamin kita dengan tisu tersebut sebelum memakai celana. Setelah berjalan sekitar 100 meter atau dengan kegiatan gerak cepat selama 30 detik, periksa tisue yang kita taruh pada kelamin kita, kalau tisue itu basah, berarti itu adalah sisa-sisa air seni yang keluar setelah kita beranjak dari WC tadi.
Ketika hal yang sama dilakukan pada saat buang air seni dalam posisi duduk, tisu tersebut tidak basah sama sekali. Tentu ini bukan hal yang mutlak, karena walau bagaimanapun jika kita buang air dengan terburu-buru, maka sisa-sisa air seni itu akan tetap ada. Dan ini tidak pernah dijelaskan dalam hadist, tetapi Rasulullah sudah mengajarkan kita tentang adab buang air, dan itulah yang terbaik yang harus kita ikuti. (*)