POLEWALI, PIJARNEWS. COM--Sejumlah petani yang tergabung dalam Aliansi Petani Parapa Bersatu mendatangi kantor pengadilan Negeri dan Polres Polewali Mandar Rabu, (24/6/2020).
Mereka menuntut penghentian kriminalisasi petani Polman dan proses hukum dua warga kampung Parapa, Desa Rappang, Kecamatan Tapango, Kabupaten Polman yakni Salmia dan Pinda yang menjadi korban diskriminasi.
Sarli, Koordinator Aksi menyampaikan kedua petani Parapa itu telah berulang kali dilaporkan sebagai tersangka. Pertama kali dilaporkan tahun 2006, tahun tersebut ditetapkan menjadi tersangka, kemudian tahun 2012, 2013, dan 2016 dilaporkan lagi, namun prosesnya dihantikan karena tidak cukup bukti. Kedua petani ini kembali dilaporkan lagi di Tahun 2019 dan di proses sampai saat ini.
“Salmia (52) petani Parapa dilaporkan ke Polisi dengan tudungan menyerobot tanah sawah di Parapa yang merupakan tanah sawah yang dibuka dan dikelola secara turun-temurun oleh keluarganya. Ia tidak pernah menjual, menghibah atau dikelola orang lain,”jelasnya.
Begitupun dengan Pinda (52) kata Sarli, juga mengalami hal demikian, dituduh menyerobot tanah mereka sendiri yang sudah dikuasai selama puluhan tahun.
“Setelah kami telaah, ada indikasi diskriminasi hukum kepada kedua warga Parapa ini. Karena tidak ada kejelasan tapi langsung ditersangkakan tanpa melalui proses penyidikan di Polres,” katanya.
Pelapor sering menggunakan putusan pengadilan untuk perkara perdata yang telah dieksekusi tahun 2005 sebagai dasar melaporkan kedua petani tersebut. Namun, tanah yang dikuasai oleh Salmia, Pinda dan warga di Parapa bukalanlah tanah yang masuk dalam putusan tersebut sebagaimana batas-batas objek yang terdapat dalam putusan.
Proses hukum yang saat ini dijalani kedua warga Parapa tersebut adalah hal yang sangat dipaksakan, termasuk penetapan tersangka. Sebelum melanjutkan proses hukum ke pengadilan harusnya aspek kepemilikan sudah jelas dan selesai.
“Laporan dugaan penyerobotan lahan yang dituduhkan kepada Salmia dan Pinda sebenarnya lebih berdimensi perdata. Harusnya perkara ini diselesaikan dengan jalur keperdataan sebelum melaporkan ke ranah hukum pidana,” tegasnya.
Kriminalisasi kedua petani Parapa akan menyebabkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Untuk itu demi penegakan hukum yang bebas dan merdeka Aliansi Petani Parapa Bersatu mengajukan beberapa tuntutan.
“Kami menuntut pihak penegak hukum yakni kepolisian dan kejaksaan dan pengadilan negeri Polman bisa menghentikan proses hukum kasus ini karena bukanlah tindak pidana.
Juga menghentikan deskriminasi terhadap petani palapa termasuk Salmia dan Pinda, dan berikan kepastian hukum atas tanah petani di Parapa,” tutur Sarli. (*)
Reporter: Hamdan
Editor: Dian Muhtadiah Hamna