PINRANG, PIJARNEWS.COM — Maulid Nabi Muhammad SAW digelar secara meriah di Lapangan Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, Sabtu (21/12/2019) kemarin.
Acara ini dirangkai dengan tradisi Sayyang Pattuddu atau pagelaran Kuda Menari. Puluhan ribu orang menyaksikan acara yang digelar satu kali dalam dua tahun itu.
Tampil sebagai pembawa hikmah maulid yakni Habib Abdurrahim Assegaf atau akrab disapa Puang Makka. Menurut Puang Makka, teladan nabi yang perlu diterapkan dalam kondisi bangsa saat ini yakni penyantun dan penyayang. “Sikap penyantun dan penyayang inilah yang disandangkan Allah Subhana Wataala kepada Rasulullah Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam,” ujar Puang Makka.
Usai ceramah maulid, warga kemudian mendekati pohon pisang yang telah dihias. Umumnya hiasan berisi telur yang sudah direbus. Sejumlah makanan dan minuman juga dibagikan kepada pengunjung yang menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selesai acara maulid, siang hari usai Salat Duhur, panitia kemudian menggelar tradisi Sayyang Pattudu. Panitia menampilkan sekira 30 kuda yang telah dilatih khusus. Kuda tersebut berjalan sambil menari diiringi musik tradisional dan musik religi.
Kuda tersebut ditunggangi satu hingga dua orang yang telah khatam Alquran. Pesertanya bukan saja warga Ujung Lero, tetapi juga warga Suku Mandar yang ada di Luar Provinsi seperti Polman, Sulawesi Barat, Kalimantan Timur dan Kendari, Sulawesi Tenggara.
Mereka kemudian diarak keliling kampung dan disaksikan puluhan ribuan pengunjung.
Camat Cuppa, Amran mengatakan, tradisi Sayyang Pattudu ini sebenarnya berasal dari Tanah Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Namun karena mayoritas warga Ujung Lero, Suppa, Kabupaten Pinrang merupakan Suku Mandar, maka tradisi ini juga dilestarikan sekali dalam dua tahun. Hal serupa juga diungkapkan Kepala Desa Ujung Lero, HM Amin.
Ketua Panitia Maulid dan Sayyang Pattudu, Nurhamma mengatakan, zaman dulu, Sayyang Pattudu ini digelar hanya untuk kalangan bangsawan Suku Mandar saja. Namun karena seiring perkembangan zaman, atas saran seorang ulama saat itu, sehingga Sayyang Pattudu digunakan sebagai salah satu syiar Islam.
“Kini, kuda menari ini bisa ditunggangi warga yang sudah khatam Al-Quran. Mereka kemudian dipandu lalu diarak keliling ke pemukiman warga,” kata Nurhamma.
Salah seorang pemandu kuda menari, Muhammad Idris mengaku melatih khusus kuda Sayyang Pattudunya sepekan sebelum tampil. Kuda itu umumnya didatangkan dari Polman, Sulawesi Barat. “Sewanya berkisar antara Rp750 ribu hingga satu juta rupiah,” kata Idris.
Salah seorang pengunjung asal Kota Parepare, Arifuddin Beddu mengapresiasi kegiatan tradisi Sayyang Pattuddu yang mengedepankan budaya kearifan lokal. “Tradisi ini bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Ujung Lero, sehingga berpotensi meningkatkan pendapatkan asli daerah (PAD),” ujar ayah tiga anak yang berprofesi sebagai notaris ini. (*)
Penulis : Alfiansyah Anwar