INTERNASIONAL, PIJARNEWS.COM–India, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa telah memberi lisensi izin edar alat rapid testCOVID-19 buatan Santo Purnama, orang Indonesia yang merupakan pendiri Sensing Self, perusahaan yang bergerak dalam bidang penyedia alat medis mandiri berbasis di Singapura.
Namun, di Indonesia, Santo masih menunggu lisensi izin edar yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pendistribusian alat rapid test Sensing Self berbasis antibodi.
“Kami berharap Pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia. Jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, kita bisa meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes, serta mengurangi beban tenaga medis yang sudah amat kewalahan,” kata Santo.
Santo mengklaim rapid test virus corona Sensing Self ciptaannya dan memiliki tingkat keakuratan mencapai 92 persen, dan hasil bisa keluar dalam waktu 10 menit.
“Jadi kaya gini, dari 100 orang yang dites, 100 orang itu positif, sekitar 92 orang kemungkinan besar memang positif COVID-19. Meski begitu, kalau misalkan ada yang terdeteksi positif, tetap harus dilakukan uji lab dengan alat yang lebih lengkap lagi di rumah sakit,” ujar Santo, seperti dilansir dari laman kumparan, Kamis (2/4).
Menurut Santo, rapid test Sensing Self ciptaannya terletak pada enzim yang terdapat dalam alat tes tersebut. Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis atau senyawa yang mempercepat proses reaksi dalam suatu proses kimia organik. Dalam rapid test, enzim berperan dalam menentukan hasil tes COVID-19 yang dilakukan seseorang.
“Teknologi yang kita miliki bukan terletak pada kertasnya, tapi ada di enzimnya. Enzim itu kalau tidak diperhatikan, misalnya waktu ditaruh tidak dijaga suhunya atau segala macam, enzim itu bisa rusak,” ujar Santo, yang kini tinggal di San Francisco, AS, tersebut.
Oleh sebab itu, katanya, banyak alat rapid test buatan perusahaan lain yang justru memiliki tingkat keakuratan yang sangat rendah. Ini tak lain karena enzim yang mereka buat tidak diperhatikan atau kemungkinan enzimnya sudah rusak.
“Jadi kita, Sensing Self itu benar-benar memerhatikan enzim yang kita bikin, dan kita tahu bagaimana cara penanganan yang bagus. Sehingga akurasinya mendapat pencapaian yang paling tinggi,” ujarnya. Alat rapid test berbasis antibodi dari Sensing Self ini dibanderol Rp 160 ribu.
Bukan hanya alat tes yang menggunakan metode berbasis antibodi, Sensing Self juga mengembangkan alat kedua yang berbasis PCR. Alat kedua ini mengambil sampel cairan pernapasan pasien untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2. Namun, harganya lebih mahal dibandingkan berbasis antibodi, yakni sekitar Rp 1,2 juta. Hasilnya dapat keluar selama 1 jam.
Selain alat tes COVID-19 yang berbasis sampel darah dan PCR, Santo dan tim juga tengah mengembangkan tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan akan dibanderol dengan harga terjangkau. Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus corona.