MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Ikatan Guru Indonesia (IGI) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah bertekad berjuang hingga titik darah penghabisan. Itu jika Tunjangan Kinerja (Tukin) guru diabaikan.
Peraturan Gubernur Sulsel Nomor 130 Tahun 2017 tentang pedoman pemberian tambahan penghasilan bagi PNS dan CPNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel telah mengabaikan hak guru sebagai pegawai yang bernaung di bawah pemerintah provinsi. Dalam pasal 7 ayat 2 disebutkan, “bagi PNS dan CPNS dalam jabatan fungsional guru yang telah menerima tambahan penghasilan berupa tunjangan sertifikasi guru atau tunjangan lainnya yang sejenis, tidak diberikan TPP adalah bentuk kesalahan perhitungan pemprov sulsel dalam menilai kesejahteraan guru.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim, dan Ketua Umum IGI Wilayah Sulsel, Abdul Wahid Nara mengatakan, wacana memberikan pilihan antara Tukin atau TPG (sertifikasi) pun sesungguhnya tidak rasional.
Pertama, Tukin diatur dalam pergub yang yang mengatur keberadaan pegawai dalam lingkup pemprov Sulsel sementara TPG diatur dalam UU No.14 tahun 2005 dan PP No. 41 tahun 2009, tunjangan sertifikasi guru sumbernya APBN sementara Tukin berasal dari APBD.
Kedua, nilai tukin jauh lebih besar dari TPG sehingga Jika melihat pergub tersebut, hampir bisa dipastikan Guru yang berpendidikan Doktor dengan Golongan IV pun akan kalah besar pendapatan bulanannya di banding pegawai biasa golongan I yang mungkin pendidikannya SMA ke bawah.
Ketiga lanjut Ramli Rahim dan Wahid, selama ini guru sesungguhnya telah menerima dua tunjangan sekaligus yaitu TPG dan Pakasi sejak Januari 2017 sehingga tak ada lagi alasan bahwa tukin untuk guru yang sudah sertifikasi tergolong “double tunjangan”.
“Keempat, dalam pasal tersebut tukin tidak diberikan ke guru sertifikasi dan tetap diberikan kepada guru PNS non sertifikasi, hal ini dalam realitasnya nanti akan menimbulkan ketimpangan, guru sertifikasi yang “berdarah-darah” untuk mendapatkan status guru profesional harus menerima kenyataan pendapatannya kalah dari guru baru yang belum lulus sertifikasi,” jelas Wahid.
Kelima tambah dia, sejak Januari 2017 Guru SMA dan SMK telah menerima pakasi sebesar dua ratus ribu dan naik jadi sekitar Rp1.600.000 pada Juli 2017. Setelah ada tukin nantinya, pakasi ini akan hilang dan sudah meruntuhkan semangat guru di Sulsel.
Keenam, beban kerja guru jauh lebih besar dibanding pegawai negeri nonguru, bahkan setelah dinas pendidikan menghitung, beban kerja guru mencapai 1251, lebih 100 jam dalam setahun di banding pegawai nonguru.
Berikutnya, ketujuh kata Wahid, risiko kerja guru jauh lebih besar karena berhadapan langsung dengan manusia, sudah banyak guru yang dipukuli oleh siswa, orang tua dan oknum masyarakat, tak jarang guru harus berhadapan dengan hukum karena melakukan kesalahan dalam menangani siswa.
“Kedelapan, jika pegawai nonguru mengurusi masa kini, maka guru sesungguhnya mengurusi masa depan, sehingga tugas guru sesungguhnya jauh lebih berat dibanding PNS nonguru,” bebernya.
Untuk itu kata dia, rasanya jika pemprov menggunakan akal dan hatinya, tukin harus diberikan juga ke guru meskipun sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi apalagi jika guru dibandingkan dengan dokter yang selain menerima tunjangan profesi, masih juga mendapatkan TPP.
“Dan jika pemprov mengabaikan hal tersebut, maka IGI bersama komponen guru lainnya yang jumlahnya lebih dari 16.000 siap bergerak memperjuangkan hal ini,” bebernya. (rls/asw)